UA-51566014-1 Catatan Harian: Renungan

Minggu, 27 Januari 2013

Renungan


Apa Kabar Mahasiswa?

Kita mahasiswa, tapi bisa apa ketika melihat ketidakadilan merajalela di mana-mana. Hanya sesekali mengenakan baju kebesaran berupa jas yang warnanya di tentukan oleh atap di tempat menuntut ilmu, memangnya cukup? Lalu sehari kemudian disibukkan kembali oleh pencarian angka, jabatan di organisasi dan gelar yang pada akhirnya cuma melekat di belakang nama tanpa makna. Jika seperti itu apa yang membedakan kita dengan mereka yang berseragam putih abu-abu, putih biru bahkan yang  putih merah maupun seragam rompi sekalipun.

            Pernahkah anda bertanya pada diri sendiri, apa tujuan kuliah yang hakiki? Bernahkah Cuma mengejar huruf S untuk mengeruk uang kotor dari mereka yang untuk sampai ke SMA saja harus memeras keringat lebih. Lalu apa yang perlu dibanggakan dari status mahasiswa?
Tidak ada.
Belakangan ini aku mencoba membandingkan diri sendiri dan tema-teman. Ketika melihat pengemis di jalanan membawa anak, tanpa sengaja berujar “kasian ya”. Malah ditanggapi masa bodoh oleh orang di sampingku, “Sudahlah. Bukan urusan kita”.

Sedih mendapati betapa sederhananya pikiran mahasiswa masa kini. Aku tidak kasian pada pengemis itu, mereka masih bisa mengubah nasib. Salah mereka tidak mencari pekerjaan layak. Diberi masa kecil, remaja hingga dewasa. . .kenapa hanya berujung pada meminta-minta? Ada pepatah yang bilang “Miskin bukan nasib, tetapi pilihan”. Aku setuju dengan pernyataan tersebut, bagaimana seseorang mengusahakan nasibnya sendiri agar tidak memalukan bagi anak cucu-cucu. Aku hanya kasian pada si kecil dalam gendongan. Seharusnya dia hidup layak sebagai anak-anak. Seperti kita dulu: cukup susu, makanan bergizi dan belajar sesuai hak. Tapi apa, kenyataan bahwa orangtuanya seorang fakir adalah hal paling pedih. Bisa-bisanya sebagai mahasiswa kita tidak peduli, atau memang otak kita sudah bebal dengan indah dunia kampus yang menjunjung tinggi pengetahuan dan teknologi. Cobalah memposisikan diri sebagai mereka. . .

            Tulisan ini bukan bermaksud sok. Sama sekali tak ada niatan menuju kesana. Ini hanya semacam yang biasa kalian lakukan pada lembar buku harian yang indah dan berwarna-warni. Mungkin waktu memang telah menyamankan kita dengan teknologi. Coba tengok kakak-kakak kita pada tahun 66 dan 98. Para pengukir sejarah yang hilang ketika wakilnya menjabat. Aku tidak kagum pada pemilik kursi di DPR yang pernah mencicipi masa itu. Toh hasilnya tetap sama, korupsi masih berjalan sempurna. Aku justru kagum pada mereka yang suaranya tak lagi terdengar, tetapi dengan ketabahan menjalankan roda kehidupan di masyarakat. Menjadi diri sendiri dan berdiri dalam mimpi masing-masing.

            Jangan bilang zaman sekarang tak ada masalah untuk kita ganyang. Coba tengok, angka kemiskinan masih tinggi, pelecehan tetap terjadi, bahkan warga kita yang di luar negeri sana seperti tidak memiliki harga diri di mata majikan. Mau sampai kapan Indonesia menghamba pada dollar Amerika, real, Euro. Kita juga punya kemampuan untuk mengubah dunia, jumlah Universitas dan mahasiswanya saja peringkat 4 di dunia. Berarti warga Indonesia cukup pintar-pintar dong. Lalu kenapa masih miskin juga. Entahlah, mungkin karena kurang  peka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar