UA-51566014-1 Catatan Harian: Juli 2012

Selasa, 03 Juli 2012

Pesona Sastra Indonesia: Orang-Orang Proyek(Ahmad Tohari)A.   SinopsisKabu...

Pesona Sastra Indonesia: Orang-Orang Proyek(Ahmad Tohari)
A.   SinopsisKabu...
: Orang-Orang Proyek (Ahmad Tohari) A.     Sinopsis Kabul adalah seorang Insinyur lulusan teknik sipil yang bekerja pada sebuah proy...

Orang-Orang Proyek
(Ahmad Tohari)

A.    Sinopsis
Kabul adalah seorang Insinyur lulusan teknik sipil yang bekerja pada sebuah proyek pembuatan jembatan di desa Cibawor. Dalam proses penyelesaian proyek, ia menjumpai berbagai hal yang mengusik prinsip, antara lain kejujuran yang bersinggungan dengan maraknya korupsi yang mencekik masyarakat menengah ke bawah.
Sebagai pimpinan proyek, Kabul merasa terbebani jika harus memangkas anggaran demi kepentingan golongan tertentu. Belum lagi tekanan dari atasan bernama Ir. Dalkijo yang berpendapat bahwa penyelewengan anggaran merupakan hal lumrah dan terjadi hampir di seluruh proyek pemerintah. Akibatnya, target pembuatan jembatan tidak sesuai bahkan terpaksa harus diresmikan untuk kepentingan kampanye.
Perjalanan Kabul juga diwarnai oleh merah jambu perasaannya pada gadis yang menjabat sebagai sekretaris. Berawal dari persahabatan, tumbuhlah rasa suka kepala proyek itu kepada wati. Sayang, gadis yang membuatnya jatuh hati telah bertunangan dengan Wiyoso, mahasiswa jurusan matematika di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.
Kedekatan emosional antara Kabul dan Wati membuat keduanya saling memupuk rasa meski secara diam-diam. Atas dukungan mak Sumeh, wati memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Wiyoso dan melabuhkan hati pada Kabul.

B.     Analisis Unsur Intrinsik
1)      Tema
Novel ini mengangkat tema mengenai Idealisme yang bersinggungan dengan kepentingan politik.
2)      Alur
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju karena pencerita menguraikan dari waktu ke waktu.
Tahapan alur:
a. Tahap situation (tahap penyituasian): perkenalan tentang tokoh Kabul dan lainnya, serta kondisi lingkungan sekitar tokoh dan latar belakang sosial.
b. Tahap generating sircumtances (tahap pemunculan konflik): pada tahap ini Kabul mulai merasa tidak cocok dengan wilayah intern kerjanya. Banyak hal menyinggung prinsip Kabul yang tetap kukuh mengamalkan disiplin ilmunya di lapangan. Pe-mark up-na anggaran pembangunan jembatan dianggap sebagai hal biasa oleh kalangan birokrasi. Selain itu, ada perasaan aneh yang muncul begitu saja ketika melihat Wati cemberut, padahal ia sama sekali bukan tipenya.
c. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik): Kabul yang memiliki sikap cablaka (mengungkapkan apa adanya) semakin tersiksa oleh desakan Ir. Dalkijo untuk memanipulasi anggaran, sikap itu membuatnya merasa harus menolak tegas desakan meski hasilnya adalah cemooh dari sang atasan. Kabul dianggap kolot karena masih mempertahankan prinsip keilmuan di zaman rakus seperti sekarang. Di lain pihak, perasaan tak terdefinisikannya pada Wati pun kian menyiksa karena nyatanya gadis tersebut adalah tunangan orang.
d. Tahap clĂ­max (klimaks): desakan demi desakan yang Kabul terima benar-benar membuatnya muak. Bahkan Basar, rekan sesama aktifisnya turut meminta Kabul tunduk pada kekuasaan politik agar tidak menyusahkan banyak pihak. Namun lagi-lagi idealisme menguatkan Kabul untuk keluar dari proyek, meninggalkan pekerjaan yang baru separo selesai, meninggalkan para buruh dan tentu saja meninggalkan Wati, gadis yang jelas-jelas disukainya.
e. Tahap deneuoment (tahap penyelesaian): setelah keluar dari proyek, Kabul merasa begitu tenang dan mulai menata kembali jalan yang akan ditempuh, termasuk ketetapan hati untuk meminang Wati. Beberapa bulan setelah menikah, ketika melintasi Jembatan yang sempat mampir di agenda kerjanya di beri papan bertuliskan “AWAS, JEMBATAN RUSAK”. Ternyata benar, pembangunan sisa yang ditinggalkan Kabul menuai kehancuran begitu dini. Namun ia tidak merasa bersalah karena itu bukan merupakan hasil kerjanya.
3)      Pusat pengisahan/sudut pandang
Novel orang – orang proyek menggunakan sudut pandang persona ketiga atau “dia”, baik mahatahu maupun terbatas secara bergantian. Alasannya adalah pencerita mengetahui berbagai hal tentang tokoh baik peristiwa maupun perasaannya, dan tidak terbatas pada satu tokoh. Salah satu bukti penggunaan sudut pandang “dia” adalah:
Mata Wati membelalak. Lalu menunduk sambil tersenyum. Wati merasa ada sesuatu yang menyublim, entah apa, datang dari kata-kata Kabul dan lambat laun mengendap dalam hatinya. Sejuk. Terasa jembar. Nyaman sekali. Atau Wati malah berdebar-debar.
(Orang-orang Proyek, 2007: 187)
           

4)      Latar/setting
Latar dibedakan ke dalam tiga unsure pokok, yaitu:
a.       Latar tempat
Dalam novel orang-orang proyek latar tempatnya adalah di desa Cibawor.
b.      Latar waktu
Karena peristiwa yang terjadi dalam novel terlalu kompleks, maka latar waktunya terdapat sepanjang hari. Sedangkan peristiwa yang paling banyak pterjadi adalah pagi hingga sore hari tepatnya pada jam kerja orang-orang dalam proyek pembuatan jembatan.
c.       Latar sosial
Latar sosial yang paling menonjol dalam novel Orang-orang Proyek adalah keadaan sosial dimana masyarakat beserta jajaran pejabat menganggap bahwa manipulasi anggaran proyek merupakan hal yang lumrah terjadi. Hal ini bertentangan dengan prinsip kejujuran yang diajarkan secara turun-temurun.
5)      Penokohan
a. Kabul
Tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek, seorang pemuda baik hati yang idealis. Karena sikap idealismenya yang tinggi tersebut ia terpaksa bersitegang dengan atasan dan mundur dari manipulasi proyek garapannya. Bukti karakter Kabul adalah sebagai berikut:
“Aparat keamanan? Apa urusan mereka dengan saya?”
“Oh, dik Kabul…”. Dalkijo tertawa, melepas kacamata hitamnya, lalu menuang minuman ke dalam gelas. “Dik Kabul, sampeyan memang Insinyur. Tapi terlalu lugu. Dengar dik, untuk memeriksa atau bahkan menahan Dik Kabul, mereka akan menemukan banyak alasan. Misalnya, menghambat pelaksaan program pembangunan, tidak loyal kepada pemerintah, menentang Orde Baru, sampai kepada indikasi bahaya laten komunis. Dan sekali lagi dik Kabul berurusan dengan aparat keamanan, nama Dik Kabul akan masuk daftar hitam. Aatau, apakah Dik Kbul mau repot menghadapi pemeriksaan aparat keamana?”
“Terima kasih atas nasihat Pak Dalkijo. Untuk mereka yang suka gampangan dan serba mudah, nasihat bapak tentu pas. Dan maaf, saya bukan dari kalangan seperti itu. Jadi saya memilih mengundurkan diri terhitung sejak hari ini”.
“Dik Kabul!”
“Maaf, Pak. Keputusan saya tak bisa ditarik lagi. Saya keluar!”
b. Wati
Gadis cantik berumur 24 tahun yang sudah bertunangan, namun memiliki perhatian khusus pada Kabul. Karakter Wati dalam novel ini adalah perhatian, plin-plan dan suka memutuskan perkara secara sepihak. Berikut dialog yang menunjukan karakter Wati:
“Kenapa mas?” suara wati terdengar lirih tapi bening.
“Itulah syarat yang ditentukan agar tiang jembatan siap diberi beban.”
“Kelihatannya Mas sering tidak sejalan dengan Pak Dalkijo?”
“Terus terang, ya. Padahal dia seniorku di fakultas teknik.”
“Semoga saja keinginan Mas terlaksana. Sebab bila tidak dan Mas meninggalkan proyek ini, aku pun akan ikut keluar.”
c. Basar
adalah seorang lurah di desa Cibawor. Dia adalah sahabat Karib Kabul semasa kuliah. Dahulu, sebagai aktifis, mereka berdua begitu giat menentang segala bentuk penyimpangan oleh penguasa dan merasa keberatan terhadap demokrasi yang dipaksakan. Namun karena Basar bekerja di bawah naungan rezim yang dulu ditentangnya, dia terpaksa tunduk terhadap mereka. Sekalipun harus mengorbankan perasaan sendiri.
d. Pak Tarya
Tokoh tambahan yang sering memberi nasihat mengenai kehidupan pada Kabul. Ia bekarakter bijaksana dan netral terhadap keadaan, termasuk ketika Kabul mengeluh tentang manipulasi proyek atas kepentingan politik suatu golongan.
e. Wiyoso/Yoso
Seorang mahasiswa yang merupakan tunangan tokoh Wati. Ia berkarakter keras, terbukti ketika meminta kejelasan dan mendatangi kantor dimana Wati bekerja, Yoso membanting gelas untuk melampiaskan kejengkelan terhadap mantan tunangannya.
e. Sonah
Tokoh tambahan satu ini juga turut menyemarakkan jalan cerita dengan gayanya yang ceriwis, suka ikut campur namun peka terhadap perasaan orang. Pemilik Warteg di mana proyek jembatan digarap ini selalu berusaha menyomblangkan Kabul dan Wati.
f. Tante Ana
banci yang sering mangkal di sekitar proyek, pekerjaan yang digelutinya itu bukan sekadar untuk sesuap nasi, tetapi juga demi pengakuan bahwa ia berjiwa perempuan, ia bahkan mengadopsi seorang anak yang akan dijual atas kepentingan materi semata. Kabul tidak pernah mengusir ketika tante Ana menggoda para kuli karena merasa hal tersebut merupakan timbal balik antara seorang pengais rejeki dan pekerja kasar yang butuh hiburan.
6. Amanat
            Amanat dalam novel Orang-orang Proyek ini adalah jika merasa berpendidikan, maka kita harus menjalankan sesuatu sesuai displin ilmunya dan dengan sebaik-baiknya. Meski kepatuhan tersebut menuai banyak penghinaan, kita harus mengamalkan ilmu yang didapat tanpa terpengaruh intrik politik.
7. Gaya Bahasa
Ahmad Tohari menuliskan orang-orang proyek dengan bahasa menarik dan mudah dimengerti. Caranya bercerita berhasil membuka mata pembaca tentang berbagai ketimpangan di negeri ini hanya karena kepentingan politik suatu golongan. Bahasanya tidak berbelit-belit sehingga pembaca jadi mengaerti keadaan politik pada masa orde baru tanpa kesulitan mengerti istilah-istilahnya karena telah dijelaskan oleh sang penulis.
C. Analisis Unsur Ekstrinsik
·         Psikologis
Secara tidak langsung novel Oran-orang Proyek turut mempengaruhi pemikiran pembaca tentang apa yang dinamakan prinsip. Hanya orang yang mampu memberi penghargaan terbesar terhadap prinsip, yang berani melaksanakan tugas sesuai prosedur tanpa takut citra buruk membayanginya.
·         Kritik sosial
Novel karya Ahmad Tohari ini sedikit banyak membuak mata pembaca bagaimana kecurangan terjadi di sekeliling kita. Parahnya kecurangan itu dianggap wajar oleh sebagian orang. Pelaksana proyek lebih patuh pada materi, politik dan penguasa, lantaran diasumsikan sebagai jalan pintas menuju sukses. Dengan membaca novel ini, pembaca jadi tahu alasan apa dibalik rusaknya sarana publik yang belum lama diresmikan. Anggaran yang dijadikan bahan bancakan oleh birokrat hingga pekerja lapangan sudah sepatutnya dibenahi karena ketimpangan itu berimbas besar bagi kepentingan khalayak umum.



Minggu, 01 Juli 2012

Pesona Sastra Indonesia: BelengguBelenggu itu selalu tentang kebebasan. Men...

Pesona Sastra Indonesia: BelengguBelenggu itu selalu tentang kebebasan. Men...: Belenggu Belenggu itu selalu tentang kebebasan. Mengurung tanpa pernah tahu titik akhir sebuah penantian. Bila menunggu, akankah kita ja...

Belenggu
Belenggu itu selalu tentang kebebasan. Mengurung tanpa pernah tahu titik akhir sebuah penantian. Bila menunggu, akankah kita jadi pemenang? Tidak selalu, terkadang pun perlu kata “kalah” untuk menyerah pasrah pada pahitnya rasa bosan. Aku mengerti, kita yang dirayapi bosan, digerayangi kegelisahan, butuh sinar agar berasa tawar. Tapi siapakah sinar itu?

Belenggu itu selalu tentang penjajahan. Ketika pikiran tak sinkron dengan keadaan, yang disana mendominasi begitu banyak rasa. Payahnya, kita sendiri tak paham bagaimana mengusir sang penjajah. Bukan dengan senjata, tidak bersama ribuan massa, apalagi sendiri berteman tangan kosong. Karena penjajahan tersebut justru haus pertemuan.

Hari sudah berganti tahun saat tersadar bahwa BELENGGU itu penyakit. Menyebar lalu menguat seiring berjalannya waktu. Kenapa tak coba obati? Disanalah letak kesalahan: obat yang tak berlabel harga bagaimana bisa membelinya. Sudah kelewat akut mengusahakan virus yang butuh ruang baru. Meski inkubasinya akan sangat lama, dan memang tak tega manfaatkan ruang baru tanpa rasa. Karena pertanyaan sebenarnya, “Bagaimana bila yang terBELENGGU adalah hati???”