UA-51566014-1 Catatan Harian: Januari 2020

Kamis, 23 Januari 2020

His Way of Loving


Hai. Hari ini saya mau cerita dua hal yang bikin saya bersyukur. Saya merasa perlu menulis ini supaya nggak lupa cara Dia membuat saya takjub.

            Pertama, pas kuliah awal saya pernah ngekos yang bayarnya per tahun. Sudah dibayar lunas, eh pas baru ditempati sekitar sembilan bulanan saya disuruh keluar sama ibu kos. Alasannya karena mau ditempati anak kos baru. Lah  yang bener aja buk? Kan saya bayar setahun yang artinya 12 bulan, kok baru 9 bulan udah diusir. Mana ibu kos ngomong nggak ada manis-manisnya. Di situ saya sedih banget, mau tinggal di mana apa tidur di masjid aja ya. Mana budget saya buat kos perbulan cuma 300 ribu, dan susah naudzubillah nyari kosan harga segitu di Tembalang.

Akhirnya saya nyari kos bareng temen sejurusan yang nggak ada akrab-akrabnya. Tapi dari teman itulah saya kemudian ketemu kos baru dengan segala kemudahannya yang langka banget kalau dicari di Tembalang. Misal harganya yang 250k/bln (bayangkan coy mana ada kos harga segitu di Tembalang, bahkan di tahun 2012), minum dan listrik gratis, nggak ada piket, ibu kosnya baek bat (saya pernah nyuci belum kelar tak tinggal kuliah, eh pulang-pulang udah nangkring di jemuran), makan gratis di hari minggu, setiap puasa dapat takjil. Tapi yang paling berharga adalah teman kosnya yang kayak keluarga.

            Akhirnya saya sadar, kalau ibu kos pertama nggak ngusir, manalah mungkin saya kenal temen-temen kos rasa saudara. MaksudNya mungkin biar saya nggak sendirian, punya temen-temen yang menghibur soalnya tahun 2013 bapak saya pergi. Biar saya adaptasi dan akrab dulu sama temen-temen itu.

            Kedua, Desember 2017 saya mengalami kejadian yang menyedihkan di tempat kerja. Sedih banget pokoknya (to the point I thought about killing myself to prove something to some people). Alay banget? Iya, tapi orang kalau pikirannya lagi nggak beres mana sadar. Karena nggak betah banget, 2018 saya memutuskan resign dari tempat yang kayak neraka itu. Selang beberapa minggu saya sakit. Saya jarang sakit, tapi kali itu lumayan serius sampai berat badannya jadi 40an doang. Pas periksa diagnosanya beda-beda, kadang usus buntu, kadang tipes. Lalu disuruh kakak rontgen, dan taraaa… something is terribly wrong with my lungs.

            Akhirnya lagi, saya mikir bahwa mungkin itu caraNya biar saya istirahat. Kalau diterusin mungkin tubuh ini gagal catch up sama kehidupan. Soalnya aneh sih, kadang suka demam siang-siang, bediri lima belas menit aja mau semaput. Jadi yaudah deh istirahat aja. Plus saya bisa bonding lebih sama keluarga. Bisa bantuin kakak, ibu, bapak-bapak smua yang ada di siniii ehehe. Dan terpenting, supaya saya nggak semena-mena menggunakan tubuh ini, lebih rajin makan dan blabla.

            Jadi, saya menyadari kalau kejadian sesialan apapun pasti ada hikmahnya. Yang diperlukan hanyalah waktu untuk menemukan itu. Jangan buru-buru benci, mungkin orang [yang kita judge] antagonis justru gerbang kita untuk ketemu orang-orang baik. Saya justru pengin bilang makasih sama ibu kos pertama. Everyone who shared a certain period of time with us is important. Mereka punya peran tertentu barangkali, karena itu, jangan benci apalagi menganggap rendah. Kalau kata stoisisme, nggak satu orang pun sanggup menyakiti kita, kecuali kita izinkan. Take control of our own perception, so we could see thing as it is, without labelling it as good or bad.


P.S : I suggest you to read Filosofi Teras. Especially when you felt like WTF-ing everything.