UA-51566014-1 Catatan Harian: 2014

Sabtu, 27 Desember 2014

Dear Waktu

Demi masa

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian

Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran


            Pertama-tama aku ingin berterimakasih kepada bapak Edi AH Iyubenu yang menulis sangat bagus mengenai perspektifnya pada waktu. Reflektif dan mengundang galau yang sama.

            Rupanya bukan aku saja yang cemas bahwa waktu, dengan segala otoritasnya, memperlakukan hidup manusia serupa rol film. Gulungan diputar, mengalami berbagai kejadian, sebentuk kenangan kemudian habis begitu saja sebagai ending sebuah cerita. Entah berapa miliar hidup yang telah dilumatnya menjadi papan nama dan gundukan tanah belaka.

            Bukan masalah, itu hakmu, waktu. Sepertinya pula kamu khusus diciptakan Tuhan untuk itu. Hanya ingin menguraikan sedikit pandanganku tentangmu. Betapapun cemasnya, aku juga tak bisa memungkiri kesempatan yang diberikan olehmu untuk mengerti. Mengerti berbagai macam hal, merasai warna-warni cerita yang membentuk kenangan, hingga akhirnya tak lagi eksis di dalammu.

            Setiap orang, mungkin telah dan akan menemukan definisinya tentangmu. Ada yang menganggap kamu itu ilusi, yang kita tak pernah tahu kapan dimulai dan berakhirnya. Ada yang menganggapmu nyata senyata-nyatanya kenyataan. Bahkan ada yang tidak menganggapmu sama sekali, dalam kata lain, kamu pun fana dan hanya bisa dihitung oleh mereka yang menempati dunia fisik saja.

            Aku sendiri belum menemukan definisi tentangmu. Lebih tepatnya masih plin-plan. Ketika seseorang membahas kefanaanmu, aku setuju. Lain hari, saat ada yang menganggapmu nyata, aku sepakat tanpa syarat. Maka boleh dibilang, aku tak paham pada dasarnya. Gagal mereduksimu menjadi satu  kalimat yang bisa dimengerti orang.

Selama ini tentangmu hanyalah:

1 menit = 60 detik
1 jam   = 60 menit
1 hari   = 24 jam
1 tahun            = 365 hari

           Begitu saja.

            Sederhana memang, tapi, dalam kehidupan kamu selalu lebih dari itu. Kamu menamatkan riwayat orang-orang yang bahkan berusaha menguraikanmu. Orang-orang macam Einstein yang berbicara soal relativitas, Newton tentang gaya dan gravitasi, serta banyak lagi. Selanjutnya, kamu pun melahirkan manusia seberani Soekarno, searif Mahatma Gandhi juga selegenda Madonna. Seolah-olah mereka sekadar perbendaharaan yang mengisi eksistensimu sesungguhnya.

            Semua luluh lantak di hadapanmu. Hangus tak bersisa selain karya-karya yang atas seizinmu akan dikenang sebagai sejarah dan teori. Tak ada yang bisa menyiasatimu dengan uang, rayuan bahkan ilmu-ilmu mereka.

            Dear waktu.

            September 2012, kamu menghadirkan seseorang yang menggenapi, di sisi lain merumitkan kehidupanku, mereka: kami. Tepat September tahun selanjutnya, kamu menghancurkan hidupku dengan mengambil ayah yang aku sayangi lebih dari apapun. Bahkan bila mungkin, lebih dari diriku sendiri. September tahun selanjutnya lagi, tahun ini, tahun 2014, kamu merenggut temanku dengan cara yang aku gagal paham hingga sekarang. Dan itu membuatku takut bulan September. Pada masaku nanti, kamu juga akan menghibisiku dengan senjata yang kaupunya kan? Senjata berupa masa yang membuat bayi menjadi remaja, dewasa menjadi tua, hingga segala kekuatan masa muda melemah jadi pantangan-pantangan lalu berhenti pada mati (struktur umum, tapi mati adalah bab sendiri yang punya kepentingan terhadap nyawa manusia. Tak ada hubungannya dengan umur).

            Waktu,

            Apalah artiku di hadapanmu. Apapun kamu, telah terbukti bahwa manusia dengan segala miliknya tak pernah mampu mencegahmu. Kamu istimewa. Dan aku yang begitu kecil ini tak ingin terjebak dalam lingkaran definitif akanmu.

            Aku hanya tak ingin merugi. Karena ada sebuah surat yang secara khusus membahasmu, bahwa siapapun yang tidak memanfaatkanmu dengan bijak, akan ditenggelamkan oleh ulahnya sendiri. Meskipun aku belum memahamimu, perkenankan aku belajar agar tidak termasuk orang-orang merugi.


            Merugi, menakutkan bukan?

Selasa, 16 Desember 2014

Saya tidak pernah menyesali apapun dalam kehidupan ini. Konsekuensi dari keputusan-keputusan yang saya ambil, atau mengalami semacam ketakutan absurd pada masa depan. Tidak pernah.

Satu-satunya hal yang  saya sesalkan adalah itu.

Saya sangat mencintainya. Bahwa dia telah memberikan begitu banyak hal, pelajaran juga pengertian yang saya bawa hingga hari ini. Tapi bahkan tidak satu kali pun saya berterimakasih. Tidak satu kali pun saya menunjukan betapa dia serupa obat yang menyembuhkan. Sebagaimana penawar paling mujarab yang menamatkan segala jenis racun. Bagi saya sendiri, dia selalu lebih dari itu.

Saya ingat, waktu itu untuk pertama kalinya saya takut pada kehidupan. Untuk pertama kalinya tidak menginginkan apapun. Sedikit berlebihan, memang. Tapi waktu itu, takut adalah semacam representasi bahwa saya tidak percaya dia pergi. Menghilang begitu saja tanpa akan saya temui kembali. Bagaimana bisa saya meneruskan hidup yang seperti itu?

Saya punya sangat banyak waktu:

Saat ngobrol di beranda, beberapa kali di terminal saat dia tak pernah ke mana pun selain di samping saya, saat dia pulang dengan wajah letih, saat dia masih menyuruh saya makan setiap hari meski tahu bahwa orang dewasa tak butuh diperingatkan, saat dia bertanya ‘kapan pulang?’ tapi tak pernah saya jawab dengan serius, dan sangat banyak saat di mana dia menjadi sosok penting tanpa pernah saya sadari.

Saya menyesal.

Walaupun waktu dengan ribuan detiknya perlahan menghapus luka, kehilangan akan kembali berkali-berkali. Membuat saya tidak bisa tidak menangis. Karena saya tidak bisa, benar-benar tidak bisa dan takkan pernah, mengatakan rindu padanya secara langsung. Saya tidak tahu, adakah masa sesederhana ‘kemarin’ yang mampu membuatnya ada di depan mata. Sekali saja.

Dia, pria paling hebat dalam hidup saya.

Yang tidak memberi semua keinginan, tapi memenuhi kebutuhan. Yang selalu pelit pujian, tapi saya justru termotivasi karena itu. Yang tidak akan beranjak sebelum saya pergi dengan aman. Yang memberi perlindungan sekaligus kenyamanan lebih sempurna dari pelindung terbaik manapun. Yang tersenyum sambil berkata “tidak apa-apa”, padahal saya manusia brengsek yang gagal dalam ujian. Yang memberi saya kekuatan bahkan dia saat-saat lemahnya.

Saya mencintainya. Tapi kalimat ini hanya akan membusuk tanpa pernah didengar atau dimengerti.

Kenapa saya idiot sekali. Kenapa saya tergoda dengan hal-hal picisan, tapi tidak memahami kesejatian selagi bisa mengungkapkan. Kenapa saya tidak ada di saat dia berada pada masa sulit, padahal kesempatan terbuka sangat lebar. Kenapa saya buta terhadap itu semua!

Dan sekarang,

Dia tidak pernah beranjak dari sana. Sekaligus tidak ada sebagai ‘sosok’ kapan pun saya ingin menemuinya. Tentangnya sekadar hari-hari lalu, hanya ruang kosong tak berpenghuni, baju yang dilipat rapi tapi takkan dipakai lagi, hanya album dan senyum yang mengekalkan kenangan, juga sejenis semangat yang saya simpan sendiri.

Untukmu, aku ingin jadi seseorang.


Salam sayang. 

Senin, 15 Desember 2014

Bakat Apa Yang Akan Kau Pilih?


Jika hidup ini seperti ujian dengan soal pilihan ganda, maka seandainya disuruh memilih bakat, saya akan memohon pada Tuhan Yang Maha Pengasih yang tentunya tidak pilih kasih agar memberi saya kemampuan menggambar.

Saya bukan sedang kufur nikmat atau mencoba menghitung karuniaNya yang tidak terbatas. Tidak, saya tidak sekurang ajar itu. Tapi sampai sekarang saya masih tidak mampu menutupi kekaguman mendalam terhadap tangan-tangan ajaib yang bisa memindahkan ide/pemandangan/kritik ke dalam kertas. Itu keajaiban dunia dalam tataran nyata. Bahkan teknologi photosop atau fotografi pun mungkin tidak kelas sama sketsa buram. Ya, sketsa buram yang kesannya mirip oret-oretan itu seperti punya daya. Ada sesuatu yang lebih dari sekedar arsir, sesuatu yang bisa dimaknai dan terkadang seolah menyindir.

Saya selalu iri pada mereka yang mampu bersahabat dengan pensil. Seolah persahabatan itu sanggup menciptakan dunia estetika sendiri bahkan hanya dengan hitam dan putih. Jujur, mungkin iri ini mencapai taraf obsessive compulsive. Sampai-sampai tidak terima kalau salah satu dari mereka minder sama efek 3D yang perlahan meminggirkan sketsa dan ilustrasi. Kawan, aku saja percaya kalau teknologi tidak akan mengalahkan buatan asli manusia. Okelah sama-sama bagus, dan mungkin punya nilai estetika juga, tapi sejak kapan mesin bisa menciptakan rasa dan karsa? Tanganmu punya daya lebih untuk melukiskan semiotika. Lagi pula teknologi tidak tercipta untuk mengalahkan seni.
Dan lagi, menggambar itu semacam keahlian yang tidak bisa diganggu gugat. Sejak SMA saya menjadi yakin kalau menggambar/melukis cuma bisa dilakukan oleh orang-orang terpilih. Meski bisa dilatih, hasilnya tetap beda, antara orang yang dibekali bakat dengan amatir gigih sekalipun. Buktinya, meski dulu latihan keras di kelas seni rupa, nilai teman yang berbakat selalu lebih tinggi. Antara 85-90. Sementara kisaran nilai saya hanya 70-85. Itu pun bahagia minta ampun kalau dapat 85.

Hal ini tentu berbeda dengan menulis, main musik, akting dan beretorika. Kemampuan-kemampuan itu bertumpu pada latihan. Makanya ada quote anonim yang menyatakan bahwa bakat cuma berperan 20%.

Namun, terlepas dari apapun bakat kita, terpenting adalah menemukan passion dan menekuninya. Karena hidup itu sendiri bukan pilihan, tapi anugrah dan pemberian. Ada yang selalu tahu kebutuhan mendasar kita.


Jadi, tekuni saja passionmuJ

Sabtu, 13 Desember 2014

Kembali



Sudah lama tidak bersapa. Ya, sepertinya kita terlalu bahagia menjadi dewasa. Disibukkan targetan, terbawa arus menuju titik yang selalu dirindu tapi tak pernah selesai digapai. Selalu ada lagi dan lagi keinginan, berusaha menjadi orang tapi melupakan sisi manusiawi kita yang cenderung haus kebebasan.

Mungkin kamu, aku dan kita sama-sama lupa, atau sengaja mengikhlaskannya begitu saja. Sosok kecil yang tak takut apapun, tak mengharap apapun dan tak berusaha meraih apapun, karena apapun bagi mereka adalah tidak ada. Apapun, hanyalah menjalani hari-hari tanpa pretensi. Tanpa pengkultusan terhadap asa, terhadap belenggu mimpi yang menjeratmu penuh seluruh. Tidakkah kamu rindu sosok itu?

Kita sebagai mereka: tak pernah takut mengalir, tak takut bila harus ikut arus dan tak peduli menuju titik yang lebih rendah atau tercacah berkeping-keping. Lantas bersama ribuan tetes lainnya menuju samudra. Sebagai mereka, yang kita lakukan hanya percaya bahwa muara laksana labirin takdir. Tak ada baik dan buruk, karena kita berpegang pada sesuatu yang begitu teguh… begitu teduh.

Tapi,

Kita sudah lupa, kelewat meninggalkan masa-masa itu dan dalam proses menuju orang. Begitu kan?

Maka mungkin yang perlu kita perbuat hanya menemukan.

Menemukan potongan diri kita dalam bidang-bidang, dalam ruang bahkan mungkin seseorang. Diri kita dalam mereka yang memungkinkan adanya sebuah refleksi. Jangan bodoh, kau butuh cermin setiap saat untuk bisa terlihat layak!

Untuk itu, aku ingin kembali pada dunia yang sudah lama kucintai. Dunia yang membuatku eksis meski ia sendiri maya. Dunia yang membuat hidupku terasa hidup, tanpa kecemasan dalam mengungkapkan apapun dan tentu saja, hanya bisa dibaca juga dimengerti. Aku mau kembali dan jatuh cinta setiap hari.


Sampai suatu saat orang-orang memahami ini bukan sekadar aksara. Tapi dunia. 

5 Pesona Negeri Van Oranje

Sugeng sonten, gais. Kumaha damang?

Pertama-tama, kenapa NEGERI VAN ORANJE dalam judul saya tulis italic? Ya, betul (emang siapa yang jawab!). Karena saya bukan bermaksud menjelaskan betapa menariknya Negeri Van Oranje. Kawan, kalian pasti sudah tahu kan apa itu Negeri Van Oranje? Bukan. Bukan yang sebelah selatannya Semarang Selatan….

Nah, itu iya.. Belanda. Alias dutch, alias Holland, alias negeri kincir angin, alias Londo, alias kompeni, alias yang bukan mau dibahas di sini tapi keseret-seret juga!

Oke, langsung saja.. tujuan saya menuliskan cetak miring adalah agar anda tidak salah paham. Karena Negeri Van Oranje merupakan judul novel. Biar anda nggak dimarah-marahin dosen pas presentasi gara-gara lupa meng-italic-kan judul buku. #pengalaman

Jadi, Negeri Van Oranje adalah sebuah novel yang menceritakan persahabatan 5 orang mahasiswa yang kuliah di Belanda. Mereka dengan background yang pastinya berbeda dan juga beda alamamater pula (nah lo, ketemu di mana?), berkumpul dan membuat sebuah geng yang dari sana lahir banyak cerita. Secara keseluruhan novel ini membahas kehidupan intelektual marginal (istilah disponsori oleh alur hidup memprihatinkan para tokoh) yang penuh petualangan mengesankan. Persahabatan kental antara 4 cowok dan 1 cewek dalam Negeri Van Oranje, dibumbui kisah cinta minimalis yang sedap, menimbulkan citra tersendiri bahwa pemikir pun punya cerita yang bukan sekadar urusan akademis. Perpaduan proporsional tersebut kemudian dikemas dalam kotak bahasa yang yummmyy (hey, kok jadi kayak masakan!).

Tapi di sini saya hanya akan membahas 5 hal menarik dari Negeri Van Oranje. Bukan resensi sistematis yang berusaha menarik minatmu untuk datang ke toko buku Lalu beli. Iya kalau menarik. Kalau jadinya malah kaku? Karena, saudara-saudara, andai kau tahu betapa menulis sistematis itu bentuk tekanan batin dalam diam. Harus sesuai eyd-lah, format kudu jelas, deskripsinya wajib masuk akal dan pake tinjauan referensi, belum kalau tiba-tiba ada yang teriak di depan mukamu “INI ESENSINYA APA?? Kamu semester 7 sudah dapat teknik penulisan sama metode penelitian belum sih!”

gERRRrrrr…

Ya begitulah saudara-saudara, mari kita bicara tentang subtansi saja. Karena sejatinya, pendahuluan itu cuma basa-basi dan ya ampun…. Hentikan ketidakjelasan iniiiii.

Oke, check it out.. 5 Most favorite things that I love from Negeri Van Oranje:

1. Informasi Study Abroad, Life Abroad

            Jelas… salah satu keunggulan novel ini yang tidak dimiliki novel lain adalah referensinya mengenai hidup di luar negeri. Lengkap, nyaris seperti buku panduan. Terutama bagi kamu yang mau sekolah ke Holland raya sana. Mau Info hiburan mahal, hiburan murah, hiburan murah percuma dan buang waktu? ada. Kiat belanja sehari-hari, mingguan, bulan bahkan seumur hidup? Ada. Info belanja juga mencakup harga, toko dan barang-barang bagus juga halal. Mau cari biaya tambahan karena beasiswa kurang, atau malu minta duit sama emak (maksudnya karena emaknya juga nggak punya duit)… tenang, dan jangan keburu jual diri dulu. Ada info tentang kerja part time, full time sampe rodi yang efek sampingnya menurunkan berat badan dan mengurangi waktu belajar. Sampai-sampai kiat jitu buat jadi pelajar teladan pun ada. Bahkan nyampe 7 halaman sendiri. Gilaaaa, kurang baik apa coba pengarangnya. Bikin fiksi sekaligus panduan yang menghibur dan membuatmu bertahan hidup dari rongrongan harga mahal di Belanda.

            Maka, buku ini saya labeli Ultra Highly Recommended. Baca Negeri Van Oranje sebelum ngerantau ke Belanda sama wajibnya kayak minum air sehabis makan. (Daripada seret di jalan, gais.)

2. Fakta

            Menurut teori Sastra, fiksi adalah cerita rekaan yang kendati mimetis tidak dapat disepadankan dengan kehidupan nyata.

            Sumpahhhhh…. Saya nggak percaya banget sama teori itu, gais. Pasti pengarangnya berkaca dari pengalaman nyata dan berniat berbagi ilmu tanpa harus sistematis. Dengan baca Negeri Van Oranje, kamu bakal manggut-manggut karena kehidupan luar negeri tidak selamanya manis. Kelihatannya sih beruntung tingkat dewa orang yang dapat beasiswa ke luar negeri (Walaupun di lihat dari semua sisi, emang beneran beruntung). Senangnya memang banyak, tapi susahnya? Wuihhh.. jauh lebih banyak. Termasuk perjuangan mendapat beasiswa, bertahan hidup dan lulus dari penjara bernama tesis.

            Bagi anda yang ingin Study abroad, plis, jangan cuma terbuai sama testimoni dan motivasi. Anda perlu berbekal fakta bahwa di balik kemegahan status mahasiswa program magister, ada kesulitan akademik dan non akademik yang naudzubillah. Contohnya ketika tokoh Banjar yang teratur tidak berdaya saat Shit Happens: laptopnya permanently shutdown, padahal nggak ada back up data, hardisk recovery kelewat mahal ditambah musibah hilangnya berbagai rough data file plus 2 giga foto narsis selama di Eropa. Sementara ada 3 dokumen yang harus cetak, deadline proposal tesis dan dua final paper.

Tapi nggak perlu parno. Negeri Van Oranje juga menawarkan hal-hal manis yang berbanding terbalik dengan kesulitan-kesulitan tadi. Jadi semacam dua sisi mata uang, Negeri Van Oranje menawarkan fakta getir sekaligus manis setingkat penyebab diabetes mellitus. Kesulitan berbanding terbalik dengan kemudahan. Dan justru itu, Negeri Van Oranje seolah menghimbau pembaca untuk memperlakukan mimpi seperti slogan Nike:

IMPOSSIBLE IS NOTHING!

3. Persahabatan

Di tempat yang tak satu pun orang adalah keluargamu, di negeri yang mata uangnya jauh melampaui harga mata uangmu, apa yang lebih berharga selain sahabat? Nggak ada, gais. Sahabat emang nggak ada matinya. Dan di rantau, mereka orang yang paling terkejut sekaligus berduka kalau kamu mati (Astaghfirullah, jangan praktek ya, sedihnya beneran kawan).

Persahabatan sama halnya koneksi, bersifat maha penting bagi anak rantau. Ini menentukan tingkat kebetahanmu di tanah rantau, gais. Bahkan terkadang koneksi memudahkan seseorang dalam mengakses sesuatu. Tapi koneksi di sini bukan berarti kamu bisa KKN (Kuliah Kerja Nyata, eh bukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Ingat, meski birokrasi Belanda belibet, ia nggak mata duitan kayak Indonesia. So, jangan coba-coba nyuap atau nerobos antrian, itu malu-maluin bangsa.

Di Negeri Van Oranje, tema mayor yang menonjol adalah persahabatan. Digawangi oleh tokoh Daus, Banjar, Wicak, Lintang dan Geri, lima sekawan dengan karakter berbeda-beda membuat Negeri Van Oranje nggak monoton. Daus yang idealis tapi polos, Wicak yang nasionalis tapi songong, Lintang yang mempesona tapi lugu, Banjar yang tengil tapi kasar (lah, nggak ada bagus2nya), the last, Geri yang ganteng, kaya raya dan nggak ada tapinya. Eh, ada ding dan Tapi-nya Geri parah banget. Mau tau? Baca sendiri yaa

Persahabatan mereka didukung oleh cinta banyak segi. Kocak namun penuh konflik. Berkat Negeri Van Oranje saya sadar, bahwa memang laki-laki dari alam bawah sadar sudah begitu: suka memperebutkan perempuan dengan cara yang tidak prinsipil. Karakter tokoh yang paradoksal juga sedikit banyak memperkuat pemahaman saya bahwa perempuan harus punya iman. Maksudku, cowok ganteng, baik plus tajir memang segalanya, tapi segalanya itu nggak bermakna kalau dia bahkan tidak memiliki satu hal saja: kesejatian.

Jadi lebih baik setia sama satu orang di hatimu. Sama dia yang kamu nggak tahu siapa, tapi bahkan kamu rela nunggu tanpa menghitung bilangan waktu. Semua demi keyakinan. Seperti kata Dee “Carilah orang yang nggak minta apa-apa, tapi kamu ingin memberi segalanya”.

Tuhkan ngelantur.

Tapi secara umum pengarang punya pandangan luas tentang makna sebuah hubungan. Egaliter, tidak menghakimi dan yang terpenting, tulus. Maka dalam urusan per-lintang-an di antara tiga cowok Aagaban, wicaklah yang menang karena dia tulus. Nggak mudeng? Makanya baca. Hehe.

4. Bahasa
Karena sastra adalah produk bahasa, nggak mungkin kamu baca tanpa memperhatikan bahasa dan cara pengungkapannya. Menurut saya pribadi, novel bagus bukanlah karya yang mengangkat tema serius, tapi novel dengan bahasa melenakan sampai pembaca nggak sadar itu penting atau tidak. Yang penting baca aja dan ada manfaatnya.

Pertamanya, Negeri Van Oranje terlihat biasa karena bahasa yang digunakan nggak nyastra. Namun tanpa disadari, yang dianggap biasa itu ternyata mampu memprovokasi mata untuk lanjut ke halaman-halaman berikutnya. Lebih jauh, pembaca bahkan sampai ketawa-ketiwi sendiri yang berarti dia telah menikmati. Di luar perkara efektivitas, bahasa novel Negeri Van Oranje sangat komunikatif. Kocak tapi mempesona, penuh istilah borjuasi intelek tapi terkadang ndesone mendasarrr… sebuah kompleksitas yang membuat saya bertanya-tanya, “Pengarang Yth, ini maksudnya apa ya?? Anda keren tanpa bermaksud keren.”

Hmm.. mungkin efek nulis keroyokan. FYI, Negeri Van Oranje ditulis oleh 4 orang: Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, Rizki Pandu Permana.

Secara keseluruhan, saya suka pake bangetnya yang level 10, novel ini bukan saja keren secara subtansi tapi juga kemasannya.

5. Isu dalam Cerita

Negeri Van Oranje juga mengandung isu tidak sederhana yang inspiratif namun di satu sisi menyulut kejengkelan. Ada aksi birokrasi yang aristokratis tapi kadang-kadang nggak mutu, masa studi banding ke perusahaan coklat aja pake bawa 20an orang, pake travel lagi. Itu studi banding apa legiun perang??!! Belum pas diajak diskusi sama ketua PPI (persatuan pelajar Indonesia), mereka-mereka langsung ngacir dengan dalih rapat urgen, padahal di rundown nggak ada. Piye perasaanmu?

Demikian tipikalnya birokrat alias orang pemerintahan alias PNS di mata mahasiswa Indonesia di Belanda, formalitas tanpa integritas. Membuat para penerus bangsa yang secara genetik cerdas-cerdas itu enggan balik ke Indonesia, dan memilih menjadi budak swasta atau mengembangkan pengetahuan di Negara orang. Karena pulang ke Indonesia itu sendiri adalah permasalahan dilematis: Pulang nggak dianggap (salah2 jadi pecundang) kerja di pemerintahan pun makan ati, nggak pulang dikira nggak tahu diri.

Dalam isu dilematis itu muncul tokoh Daus (PNS Depag), si idealis nan polos tersebut mencoba mengungkapkan prinsipnya. Bahwa meski moral birokrat Indonesia sulit diperbaiki, bukan mustahil satu orang membuat perbedaan. Semacam mendobrak hegemoni. Jangan menunggu lahirnya bukti bahwa PNS berintegritas, tapi jadilah bukti itu sendiri.

Lagi, Negeri Van Oranje menceritakan wisata Eropa yang terkenalll.. ada mannekeun pis (patung cupid kecil pipis di Belgia), Pegunungan Alpen de-el-el. Tapi lewat salah satu tokoh, yakni Banjar (kalau nggak salah), miris dengan wisata Indonesia yang waw namun nggak terekspos. Jangankan oleh turis mancanegara, turis domestik aja entah. Bahkan Borobudur saja sudah bukan keajaiban dunia, ini kementrian pariwiasata pegimane? Padahal kalau boleh dibandingkan, patung Arjunan Wiwaha bisa jauh lebih gagah dan berwibawa dibanding Mannekeun Pis.

Isu-isu di atas bukan sekadar pemahit cerita atau buat nambah2 halaman saja. Tetapi juga fenomena yang membuka mata pembaca Indonesia, tanah air beta pusaka abadi nan jayanya masih butuh orang pinter yang bermoral dan (tentu saja) komit. Saya sih yakin orang pinter di Indonesia bejibun, sebagian dari mereka juga bermoral, tapi ketika menjadi pemegang kekuasaan & pembuat kebijakan komitmen merekalah yang dipertanyakan.

Demikian 5 hal menarik dari Negeri Van Oranje yang nggak ada di novel-novel lain. Sampai detik ini saya masih merekomendasikan dengan status Ultra High Recommended bagi yang mau sekolah ke Eropa, especially Holland. Bagi yang tidak pun saya tetap merekomendasi. Minimal kecipratan semangat belajarnya.

Sekian. Selamat membaca :) 

Rabu, 10 Desember 2014

Karakter Berdasarkan Golongan Darah #JUSTFORFUN


Pagi…

Meski ada beberapa hal yang harus dikerjakan hari ini, hujan memaksa saya menunda sejenak rutinitas sebagai pembelajar normal. -Sarapan-ngampus-Hawe-pulang-makan siang- akan dijamak nanti ketika matahari sudah menempati fungsinya sebagai penerang hari. Lagipula ini masih pagi, kawan, andai kau tahu bahwa menulis sebelum memulai aktivitas berat adalah hal yang lebih menyenangkan dari sarapan.

            Oke, karena tidak memiliki topik bermutu (emang kapan tulisan saya pernah bermutu :D), saya pengin menulis apa saja yang bisa ditulis. Salah satunya adalah, yap, sesuai judul: Karakter Berdasarkan Golongan Darah. Tapi yang perlu diperhatikan adalah anda tidak usah percaya. Ingat, percaya sama yang tidak punya pegangan sama halnya membuang-membuang harapan. Tulisan ini tidak berdasarkan penelitian apapun, hanya semacam klasifikasi stereotipe orang-orang bergolongan darah tertentu yang saya kenal. Karena saya sendiri tidak percaya bahwa karakter manusia ditentukan oleh golongan darah. Terdengar seperti omong kosong. Menurut saya, setiap manusia unik dengan caranya masing-masing. Cara yang seharusnya membuat dia tidak perlu berkecil hati dan layak dikagumi.

            So, don’t take it seriously. And check this out:

·         Golongan Darah A

Nah, ini golongan darah favorit saya. Meski belum pernah cek darah, setiap kali ditanya atau mengisi formulir, saya selalu mengidentifikasi diri sebagai manusia bergolongan darah A. Aneh ya. Tapi begitulah.

            A adalah golongan darah yang saya banget. Walaupun ada beberapa yang enggak juga. Jadi? Oke sudah2, fokus.

            Manusia A biasanya orang yang perfeksionis dan idealis. Kehidupan mereka yang sangat terstruktur dan terpetakan oleh rencana, membuat sikap mereka sedikit kaku dan intoleran terhadap sesama. Orang A suka berdiam di zona nyaman, benci basa-basi dan susah move on dari kesenangan-kesenangan pribadi. Kebanyakan dari mereka adalah orang pendiam (pendiam di sini bukan saja yang tidak pernah ngomong atau hobi duduk di pojokan, tapi diam yang suka memendam pendapat demi menghindari debat). Perasaan mereka halus, makanya suka berprasangka dan nggrundel dalam hati.

            Golongan darah A bisa jadi teman baik bagi semua orang. Tapi sifat pemilih membuat mereka cenderung berada di sekitar orang yang bertempramen sama. Dan sstttt… mereka tidak pernah menganggap orang yang dekat dengan mereka adalah best friend. Karena mereka selalu bisa melihat sisi tidak menyenangkan seseorang. Oia, katanya sih manusia A terkenal tenang. Ketika kelompoknya ditimpa masalah, dia akan menanggapinya sebagai hal biasa sesederhana makan nasi. Ini kalau masalah kolektif. Kalau masalah pribadi? Huaahhh, dia bisa sangat kalap dan cenderung menjengkelkan karena memikirkan masalahnya pagi, siang, sore, malam.

            Secara keseluruhan golongan darah A adalah tipe humanis. Mereka senang menolong meski sedikit perhitungan.

·         Golongan Darah B

Manusia B terkenal lugas dan apa adanya. Mereka juga sedikit individualis dengan cara melakukan hal apapun sendirian. Berbeda dengan A yang suka memendam, B justru suka mendebat dan keras kepala jika pendapatnya ditentang. Mereka nyaris mengatakan apapun yang terlintas di otak sehingga kelihatan arogan dan menyakitkan.

            Golongan darah B suka berkomentar, tidak peduli itu dianggap penting atau tidak. Padahal jika mereka bisa sedikit saja memfilter omongan, sebenarnya mereka sangat keren dengan gaya bicara yang meyakinkan. Di kos saya ada 2 manusia bergolongan darah B, dan herannya, mereka adalah dua komentator yang suka bertentangan, debat satu sama lain dan membuat lelah orang lain. Debat sesama golongan darah itu bisa berhenti, jika DAN HANYA JIKA, distop oleh manusia dari luar zona B.

            Orang B sering merasa tidak cocok dengan sesamanya. Mungkin karena sama-sama dominan kali ya. Mereka tipe orang logis dan lugas sehingga bisa mengatakan benar sebagai benar, dan salah sebagai salah. Objektif. Meski ketika mengatakannya, kata-kata mereka tidak disensor dan bikin makan ati. Ati ayam, ati ampela, ati kambing dan ati-ati yang lain. #apasih.

            Sebenarnya, justru karena mereka tipe seadanya, orang B sangat tulus dan tidak berpretensi. Jadi kebalkan hatimu jika bersama mereka. Karena mereka sejatinya teman yang bisa sangat menunjang kamu menuju kemajuan.

·         Golongan Darah O

Nah, ini dia orang paling menarik dari semua tipe golongan darah. Entah itu menarik becak, menarik gerobak atau menarik hati. Entah.

            Manusia O tipe orang supel. Berkat kesupelannya itu, mereka memiliki banyak teman baik yang tulus maupun sekadar memanfaatkan. Mereka berteman dengan siapa saja dan bisa bergabung dengan orang dari berbagai zona. Tidak sulit bagi orang O untuk beradaptasi, karena mereka sendiri punya magnet berupa cara bercerita yang menyenangkan. Tapi sejatinya mereka sering tidak cocok dengan orang, dan hebatnya, nyaris tidak terlihat. #Daebak.

            Tanpa disadari, orang O suka sekali mendominasi. Jujur, ini menjengkelkan. Meski cerita mereka memang menarik, kendali atas alur pembicaraan jarang sekali berpindah ke orang lain. Sudah dibelokkan, balik lagi, dibelokkan kembali lagi. lama-lama bisa jadi membosankan karena porsi lawan bicara untuk didengar sangat sedikit. Kalau mau komunikasi satu arah, kenapa nggak sama tembok aja?!!!

            Kalau diibaratkan sebagai benda, mereka adalah karet pegas yang enerjik dan mudah menyesuaikan diri. Terkadang mereka seperti manusia B yang mengatakan apapun di otaknya, hanya saja, dengan bahasa yang tidak sarkastis. Emosi mereka mudah diterima oleh golongan darah lain, karena gaya marah mereka cuma dua: nangis dan ngomel. Namun kemarahan-kemarahan tersebut tentu saja tidak didepan orangnya langsung. (Hanya orang B yang bisa begitu).

            Menurut saya pribadi, golongan darah O ini tipe yang unik mendekati aneh. Mereka sangat mudah dibaca tapi justru susah memahami dirinya sendiri. Kalau sedang bermasalah, mereka suka bertapa di kamar dan membuat orang sekelilingnya bingung meski sejatinya tahu pasti bahwa ybs sedang bermasalah. Tapi yang menyenangkan adalah luapan emosi mereka seperti saklar yang langsung mati jika ybs sudah memutuskan berhenti. #salut.

            Sebagai sentral, mereka suka diperhatikan. Maka suka membuat hal-hal aneh dan sedikit berisik demi mendapat perhatian. Bahkan, sebagai tipe dominan mereka sering tidak bisa menyaring hal-hal menjadi dua: diceritakan atau tidak pantas diceritakan. Segalanya mengalami fusi di tangan orang O. Sehingga konsekuensinya, rahasia mereka adalah rahasia umum. Ditambah mereka punya kepercayaan diri selangit untuk menunjang itu semua.

·         Golongan Darah AB

Tipe darah ini adalah yang paling unik dan jarang. Sejujurnya saya khawatir karena memiliki karakteristik yang hampir mirip, terutama bila melihat garis genetik yang membuat saya memiliki kans untuk ini. Nanti mau minta darah sama siapa?

Mungkin karena terdiri dari dua huruf A dan B, orang AB terlihat memiliki 2 kepribadian. #ngawur. Sepanjang 21 tahun, di kehidupan sosial saya baru ada 3 yang bergolongan darah ini. Mereka memang sedikit berbeda a.k.a aneh. Orang AB bisa mempertimbangkan sesuatu sangat lama tapi tiba-tiba dibatalkan begitu saja. Karenanya mereka sensitif dan perasa. (kalau tumbuhan mungkin putri malu)

Nah, begitu dulu dari saya. Terlepas dari apapun, percayalah bahwa sebagai manusia kita berasal dari satu golongan darah: merah.

Maka jangan saling membenci karena perbedaan itu anugerah. Selamat melanjutkan aktivitas. Oia, jangan lupa senyum. Because smile is the shortest distance between two peopleJ