UA-51566014-1 Catatan Harian: November 2014

Minggu, 02 November 2014

Peran Ganda, Apa Pentingnya?

            “Dunia akan KERAS  jika anda LUNAK terhadap diri sendiri. Sebaliknya, dunia akan LUNAK jika anda KERAS terhadap diri sendiri.” (Anonymous)

안녕하세, ? (Annyeong Haseyo, Chingu?)

          Kalimat di atas klise sekali ya. Benar-benar klise. Namun sayang, klise pun tidak membuat kita sanggup mengingkari kebenarannya. Kita sering sekali mengeluhkan tanggung jawab seolah itu beban yang memberatkan langkah. Padahal tanpa disadari, setiap tanggung jawab adalah ladang bagi kebaikan yang menunggu setelah setelah digenapi. Yap, jika seseorang harus bertanggung jawab atas sesuatu, berarti dia memiliki peran yang tidak selalu dimiliki orang lain.

          Implikasinya, keberadaan orang tersebut dapat dirasakan orang lain. Padahal (menurut saya pribadi), seseorang dikatakan ‘berguna’ JIKA dan HANYA JIKA ‘ketiadaannya’ akan berpengaruh terhadap kondisi orang di sekitar. Secara otomatis anda bisa dikatakan penting. Bagaimana tidak, wong kalau anda tidak ada, akan ada sesuatu yang terbengkalai. Begitu pula sebaliknya, bukankah seseorang yang keberadaannya ditiadakan alias tidak berpengaruh apa-apa, lebih baik tidak ada saja?

          Kembali pada intro, sebenarnya kalimat itu bukan subtansi yang akan dibahas. Cuma buat pajangan saja. Karena sekarang saya hanya ingin membuang waktu sambil (barangkali) bermanfaat bagi anda yang membaca. Jadi begini, saya baru selesai membaca buku yang menarik sekali. Buku tersebut membuat saya kelebihan semangat alias tumpeh-tumpeh. Maka akan lebih baik kalau dibagikan saja. Kan? Karena ‘kelebihan’ yang tidak dibagi itu percuma, hanya lebih saja, nggak bermakna apa-apa.

          Awalnya saya sedang jalan di rak psikologi sebuah perpustakaan, ‘Lalu’ menemukan buku yang covernya lucu sekali. Berilustrasikan seorang anak yang berada di tengah awan dengan posisi seolah terbang, tangan kanan si anak itu  berusaha menggapai bintang. Kalau dipandang sekilas cover tersebut lebih cocok digunakan untuk diary cewek 12 tahun atau sampul dongeng pengantar tidur. Namun setelah saya lihat berkilas-kilas, ternyata itu semiotika juga. Semiotika yang sangat merepresentasikan isi buku. Dalam cover si anak terbang tanpa sayap, melewati awan yang bisa dianalogikan sebagai hambatan, jarak yang sejengkal dari bintang (mungkin bisa) diartikan sebagai ‘keputusan di tangan pembaca’ yang mau mengaplikasikan isi buku atau tidak.

          Sebagai orang yang terkadang masih judge the book by its cover, buku itu mengantar saya pada pemahaman bahwa sukses itu bukan kemenangan tunggal. Sukses adalah semesta perjuangan yang keberadaannya sangat bergantung pada banyak faktor dan X faktor. Banyak faktor antara lain: militansi, sikap terhadap orang lain, serta proses adaptasi yang tak berhenti pada kata lelah. Sementara faktor X-nya tentu saja kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Buku berjudul EVERYTHING IS POSSIBLE ini memuat banyak sekali quote masuk akal, lengkap dengan studi kasus yang sangat dekat dengan kehidupan kita. Berkat buku ini juga saya jadi tahu, sebenarnya (secara pragmatis) hal paling menarik pada seseorang adalah nilai diri. Kalau kita bukan penganut mazhab love is blind, pasti cukup objektif untuk melihat kualitas-kualitas tak terjangkau mata. Karena Cuma hati yang sinkron dengan logika mampu menangkap itu semua. Meski pada dasarnya orang berkualitas selalu mutlak menarik.

          Nilai diri itu sendiri ditentukan oleh seberapa banyak peran yang kita miliki. Contohnya Jokowi.. aduh nggak deh ntar masuk tv gara-gara UU pencemaran nama baik melalui jejaring sosial. Eh nggak apa ding ya, ini kan contoh baik. 
Oke, misalnya Jokowi, mari runut berapa banyak perannya secara kasat mata: 

makhluk Tuhan, anak ibunya, bapak, suami, fungsionaris partai, Presiden RI.

           Dua yang terakhir itulah yang membuat nilai dirinya menjadi tinggi. Bayangkan, kalau Jokowi menghilang seminggu saja, pasti seluruh Indonesia sudah kalap. Beda dengan bukan siapa-siapa seperti saya. Satu semester cuti juga yang nyari paling-paling pengelola hawe doang, gegara anak magang terbengkalai haha. Itu pun masih salah satu bentuk ke-PD-an, mungkin malah nggak ada sama sekali.

Kalau anda seorang karyawan, guru, teller bank, motivator dll yang bekerja secara kongkret, Selamattttt… setidaknya anda memiliki manfaat struktural dan fungsional.

          Nah, peran ganda dalam kehidupan itulah yang menentukan tingkat penting atau tidaknya seseorang. Peran ganda membuat orang diperlakukan sebagai pemimpin yang disegani, professional yang dihargai, orangtua yang dihormati serta individu yang bisa diteladani banyak pihak. Sebaliknya, peran minim membuat seseorang justru ditiadakan, terbawa arus alih-alih nasibnya ditentukan para pembuat kebijakan.

Pelajaran istimewa lain dari buku ini yakni bertambahnya keyakinan saya bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.

Ceritanya, saya sangat menyukai kalimat itu, entah kenapa. bahkan sampai menyertakannya dalam bio twitter. Namun belakangan sadar bahwa sejatinya saya Cuma manusia tengil yang mencomot suatu kalimat tanpa memahami maknanya. Yap, saya sama sekali tidak berjuang mengaplikasikan kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Semata-mata orang yang menyematkan moto hanya karena kalimat itu bagus. Selebihnya kosong. Hidup sebagai manusia kebanyakan yang ketika diberi tanggung jawab malah gabut dan mengeluh.

Ternyata the best man are the most useful for others cobaannya gede. Setidaknya kita harus belajar ikhlas dulu. Karena ikhlas itu seperti Al-ikhlas kan? Tak pernah ada kata ikhlas. Yang ada hanya Allah Maha Esa. Maka belajar bermanfaat, adalah kesediaan amal tanpa menghitung, berkorban tanpa mengeluh dan berbagi tanpa berharap kembali. Ikhlas berarti melesapkan segala keakuan dalam bertindak, sudah ada yang Maha Tunggal yang akan menghitungkan kok.

          Mungkin untuk menanggalkan keakuan, kita perlu memulai sesuatu dengan tujuan akhir. Begin with the end in mind. Kalau secara logika kita lahir untuk meninggal, maka setidaknya harus menghitung berapa yang akan hadir dalam pemakaman kita. Berani tidak? saya sih sebenarnya takut. Apalagi dini hari yang tidak ada kehidupan seperti ini. Tapi ya.. sudah terlanjur.

          Dengan posisi sekarang, pernahkah kamu membayangkan berapa manusia yang akan hadir di pemakamanmu selain keluarga? Saya pernah, dan sedih sendiri.

          Ada orang yang meninggalnya diantar begitu banyak warga (bahkan bukan tetangga), ada yang sedikit dan ada yang biasa-biasa saja. Tidak lain karena kadar popularitas yang nyaris berbanding lurus dengan manfaat seseorang di lingkungannya. Di buku ini, Kevin mengilustrasikannya dengan figur publik. Namanya saja figur public, duka kepergiannya pasti bukan milik keluarga saja, melainkan kesedihan umum. Dengan seseorang bermanfaat bagi banyak pihak, sejatinya dia tengah menabung doa bagi dirinya sendiri. Karena apa yang orang lain lakukan terhadap kita, adalah refleksi perlakuan kita terhadap orang lain.

          Jadi jelas, manusia bermanfaat adalah energi yang mampu mempengaruhi orang sekitarnya bergerak. Meski bukan poros, ia serupa oksigen yang menjaga jantung tetap berdetak.


Then, lets take it as a must J