UA-51566014-1 Catatan Harian

Rabu, 22 Agustus 2012

Contoh Kitik Folklor

Kritik seringkali dimaknai secara sempit, yakni kecaman atau penilaian buruk terhadap suatu karya. Namun pada hakikatnya kritik merupakan suatu tanggapan yang disampaikan guna memperbaiki kekurangan sebuah karya. tnggapan tersebut harus objektif agar tidak berkesan menggurui. Disampaikan dari segi positif maupun negatifnya. selain itu, seorang kritikus juga sebaiknya memberikan solusi atas hal yang mereka  nilai. Sedangkan kritik folklor dapat dimaknai dengan penilaian terhadap cerita rakyat, untuk menggali nilai2 yang terdapat didalamnya.

Contoh kritikk folklor.

Si Boru Deak Parujar

v  Ringkasan Cerita
            Nonang Siriboura merupakan prosa cerita rakyat yang beredar di masyarakat batak dan bersifat menghibur masyarakat. Prosa ini berbentuk naskah yang terdiri dari tujuh judul, masing-masing cerita memiliki ajaran moral berupa sindiran secara halus.
            Awalnya naskah ini merupakan koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta dengan jumlah halaman 48, dan jumlah baris 29-36 setiap halaman. Naskah asli ditulis dalam Bahasa Batak dengan menggunakan huruf latin di atas kertas folio bergaris dalam sebuah buku. Akan tetapi pemerintah telah merevitalisasi naskah dengan bentuk terjemahan Bahasa Indonesia sehingga pembaca dapat memahami dan memberikan analisis serta kritik terhadap folklore tersebut.
            Pada bagian ini, kelompok kami akan mengambil cerita berjudul Si Boru Deak Parujar (terjadinya dunia ini). Dahulu kala terdapat seorang putrid penguasa langit bernama Si Boru Deak Parujar dan memiliki putrid bernama Si Boru Deang Ha Gurasta. Dengan kesaktian dan pengetahuannya Si Boru Deak Parujar bertekad menciptakan bumi dari segumpal tanah. Namun tekad itu dihalangi oleh Raja Laut Padoha yang jauh lebih sakti, karena takut daerah kekuasaannya berkurang.
            Berkali-kali Raja Laut Padoha menghancurkan tanah yang dibuat oleh Si Boru Deak Parujar. Karena kesal, Si Boru Deak Parujar berinisiatif mengalahkan Raja Laut Padoha dengan cara menipunya. Raja Laut Padoha dibuat tertarik akan gelang gigi Si Boru Deak Parujar. Di mana ia meminta Si Boru Deak Parujar membuatkannya. Si Boru Deak Parujar setuju, asal Raja Padoha bersedia dipasung dan membiarkan ia menciptakan tanah dunia, agar memudahkan gelang gigi dipasangkan kepadanya. Sebenarnya pasungan yang dilakukan itu untuk menghindari Raja Padoha menghancurkan lagi tanah dunia yang ia ciptakan. Namun sampai enam kali dipasung , bila disuruh mencoba melepaskan pasungan selalu berhasil. Pada Raja Padoha, Si Boru Deak mengatakan bila pasungan selalu diputus, maka gelang gigi tidak bisa dimasukkan, oleh karen itu harus dipasangkan pasungan yang sangat kuat.
            Setelah pasungan yang kuat itu diperoleh, maka dipasung kembalilah Raja Padoha. Kemudian disuruhlah ia mencoba melepaskan pasungan, namun pasungan tidak berubah sama sekali. Si Boru Deak Parujar sangat senang, karena ia dapat menaklukkan Raja Padoha dengan tipu muslihatnya untuk menciptakan dunia ini. Dengan kalahnya Raja Laut Padoha, dunia pun akhirnya dapat tercipta.


v  Kritik
a.       Dilihat dari segi bahasa, penyajian cerita ini sukar dipahami. Pengggunaan redaksi khas cerita rakyat kuno membuat pembaca perlu mengulang bacaan dan mempelajari kalimat demi kalimat untuk memahami alur cerita. Seperti yang terdapat dalam paragraph berikut:
Setelah itu disetujui Raja Padohalah masuk ke dalam pasungan itu. Setelah masuk ia kepasungan itu, diperkuat Si Boru Deak Parujarlah kunci-kuncinya, setelah itu dikatakanlah: “Cobalah kamu bergerak sekuatmua, apakah dapat kamu putuskan pasungan ini; jika dapat, tidak dapat kumasukkan gelang gigimu itu ke gigimu!” Setelah itu bergeraklah ia, jadi putuslah dibuat seperti tali. Selalu seperti itulah dilakukan hingga enam kali.
 (Dirjen Kebudayan, 1995:48-49)
Namun dapat dimaklumi karena naskah Nonang Siriburon merupakan naskah kuno, sehingga kitalah yang harus menyesuaikan untuk memahami isi cerita.

b.      Jika dari segi Psikis, penggambaran karakter masing-masing tokoh sedikit berlebihan. Tokoh protagonis dideskripsikan begitu sempurna dan tokoh antogis pun digambarkan sedemikian buruk. Hal ini tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari, karena pada kenyataanya “tak ada gading yang tak retak”. Seperti terdapat dalam beberapa kalimat berikut:
“Tetapi kalau Si Boru Deak Parujar, yang banyak berpengetahuan, dengan segala ilmu-ilmu yang ajaib, yang menjadikan dunia ini, beginilah sifatnya. . . “
 (Dirjen Kebudayaan, i995: 46)
Akan tetapi dari tokoh itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa apapun bisa diraih bila bersungguh-sungguh dan menggunakan akal dengan baik. Sedangkan dari tokoh Raja Padoha yang antagonis, kita dapat mengambil pelajaran bahwa sesakti apapun orang jahat dapat dikalahkan oleh kebaikan.

c.       Semua hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, tidak terkecuali folkor Si Boru Deak Parujar. Terdapat nilai-nilai positif yang dapat diambil, antara lain nilai pendidikan dan nilai mitologi.
·         
Nilai Pendidikan
Pendidikan merupakan unsur penting yang dapat membimbing manusia ke arah pengetahuan dan kebenaran. Nilai pendidikan yang tercermin dalam folklore ini adalah hendaknya setiap orang memiliki, karena melalui ilmu yang dimilikinya akan mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
Di samping ilmu, seseorang juga harus memiliki prinsip dan tekad yang kuat. Karena melalui prinsip dan tekad kuat untuk mencapai tujuan, rintangan maupun hambatan yang ada niscaya akan mampu dilewati. Seperti Si Boru Deak Parujar yang akhirnya dapat mengalahkan Raja Padoha setelah berkali-kali gagal.
Ada pula unsur pendidikan lain, yakni sifat berani. Sifat berani sebenarnya tidak selalu dimiliki oleh setiap manusia. Namun dalam keadaan terdesak seringkali muncul. Seperti dalam cerita ini sifat berani muncul pada tokoh Si Boru Deak Parujar, pada saat keinginannya menciptakan dunia ada yang menghalangi. Jadi dengan demikian, jelaslah bahwa cerita Si Boru Deak Parujar ini cukup member gambaran nilai-nilai pendididkan.
·    
     Nilai Mitologi
Secara mithologi orang Batak percaya bahwa mereka keturunan Dewa dari Kayangan, yakni keturunan Si Boru Deak Parujar yang dikawinkan dengan Raja Udap-udap. Keturunan pertama dari perkawinan ini, adalah Rjaj Ihatmanisia dan Boru Ihatmanisia. Kemudian dari ini lahir Si Raja Batak. Berdasarkan mythos tersebut, setiap orang batak dalam arti orang Toba merasa dirinya keturunan dewa, dan setiap orang Toba menyebut dirinya Raja terutama ia anak laki-laki.
Dengan demikian cerita Si Boru Deak Parujar dapat dikatakan mengandung unsure mithologi. Karena mithologi mempunyai peranan penting pula dalam kehidupan ini. Nampaknya dari mithologi sering memperkuat keyakinan, pendapat atau sikap seseorang terhadap sesuatu.




           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar