UA-51566014-1 Catatan Harian

Minggu, 19 Agustus 2012


Negeri 5 Menara
(A. Fuadi)

A. Sinopsis
            Novel Negei 5 Menara ini berkisah tentang anak laki-laki bernama Alif  Fikri yang ketika lulus Mts menentang keras permintaan Amaknya (ibunya) untuk melanjutkan pendidikan di pesantren. Alif ingin seperti sobat kentalnya, yang sama-sam bermimpi melanjutkan ke SMA agar kelak bisa mengecap pendidikan di Institut Teknologi Bandung
            Selama ini sekolah agama dicap sebagai institusi pendidikan kelas dua yang banyak dihuni oleh anak-anak “buangan”, entah karena tidak naik kelas, urakan maupun kurang biaya. Jika sekolah agama diisi oleh orang-orang seperti itu, lalu siapa yang akan meneruskan  perjuangan Buya Hamka, seorang ulama sekaligus cendikiawan. Amak dengan bijak mengatakan bahwa sekolah agama perlu anak-anak seperti Alif, lulusan pintar yang belajar untuk ilmu, bukan demi biaya ringan maupun otak terlantar. Atas dasar itu serta surat penguatan dari pamannya bahwa belajar agama sama sekali bukan ide buruk, malah mendatangkan manfaat yang tidak terkira. Alif setuju untuk nyantri (menjadi santri) dengan satu syarat: harus keluar dari pulau Sumatra.
            Di Pondok Madani (PM) Alif bertemu dengan Raja, Said, Dulmajid, Baso, dan Atang yang sering berkumpul di menara masjid sehingga dijuluki Sahibul Menara (pemilik menara). Bersama kelima terman barunya, Alif mulai merasakan nikmatnya menuntut ilmu di tengah indahnya persahabatan. Mereka saling menguatkan satu sama lain dengan mantra Man Jadda Wa Jadda, bahkan ketika salah seorang anggota sahibul menara yang paling jenius terpaksa drop out dari PM. Kepergian Baso dijadikan cambuk penyemangat bagi kelima sahibul menara untuk menyelesaikan pendidikan sebaik mungkin dan menjadi orang sukses.
            Pada akhirnya seluruh anggota sahibul menara menjemput impian masing-masing setelah melalui berbagai rintangan. Satu yang tak boleh dilupakan, jangan pernah meremehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
B. Analisis Unsur Intrinsik
1. Tema
Trilogi Negeri 5 Menara ini mengangkat tema tentang pendidikan. Karena sejak awal permasalahan ditimbulkan oleh ketidak inginan tokoh utama menjalani pendidikan di pesantren.
2. Alur/Plot
Alur dalam novel ini adala maju-mundur. Pada bagian awal diceritakan tokoh Alif fikri bersama istrinya tengah berada di Washington DC. Lalu tokoh utama mengenang kembali masa-masa di PM. Buktinya adalah sebagai berikut:
WashingtonDC, Desember 2003, jam 16.00. Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat  terpatri dalam hatiku. ( hal.1 )

Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam. (hal. 5)

London, Desember 2003, Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.( hal. 405 )
3. Penokohan
a. Alif Fikri
Merupakan tokoh utama dalam novel. Ia berkarakter baik hati, pintar dan sedikit keras kepala. Sikap keras kepalanya terbukti ketika ia menolak keras permintaan ibunya untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren Madani. Impian menuntut ilmu di almamater berlambang Ganesha (ITB) pun terkadang membuat Alif iri pada Randai. Namun sedikit demi sedikit Alif mulai menyadari bahwa pilihan Amak adalah anugarh besar bagi dirinya.
b. Randai
Sahabat dekat sekaligus rival bagi Alif Fikri. Kendati bersahabat, keduanya sama-sama bersaing untuk menduduki ranking tertinggi dalam kelas. Dalam novel ini, tokoh Randai diceritakan sebagai pelajar pintar, baik hati namun sombong. Ia sering memamerkan keberhasilannya di bangku sekolah pada Alif, termasuk ketika SMA.
c. Sahibul menara
Merupakan teman dekat Alif semas adi PM. Mereka adalah Raja, Said, Dulmajid, Baso, dan Atang. Kelima orang itu diceritakan berwatak protagonis, dari merekalah Alif belajar mehargai perbedaan dan sedikit demi sedikit angannya melanjutkan pendidikan di SMA terobati.
d.  Amak
Amak adalah ibu dari tokoh Alif Fikri, seorang guru MI yang berhati lurus, idealis dan memiliki kemauan tinggi untuk memajukan putranya. Idealismenya tidak pandang bulu dan bisa mengenai siapa saja termasuk putra sendiri. Pernah suatu kali ia melukiskan angka merah di raport Alif lantaran putranya itu tidak mau memainkan alat musik ketika praktik kesenian. Amak juga sempat dijauhi para guru saat ia dengan tegas menolak memberikan bantuan jawaban pada siswa-siswi yang tengah menjalani Ujian Nasional.
e. Ayah
Dikisahkan sebagai orang sabar, pendiam tetapi juga sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
f. Ustadz Salman
Tokoh ini adalah wali kelas Alif semasa di PM, seorang lelaki mda bertubuh kurus dan bersuara lantang. Dari mulut beliaulah Alif mendengar petuah yang menginspirasi serta menguatkan tekad menuntaskan belajar di PM.
g. Kyai Rais
Pemimpin PM yang dihormati banyak kalangan, tak terkecuali Alif. Beliau memberi kalimat yang terpatri kuat di hati para santrinya, yakni “Man Jadda Wa Jadda dan Man Shabara Zafira”.
h. Sarah
Tokoh ini tidak terlalu ditonjolkan dalam novel. Ia adalah putri salah seorang pendidik di PM, satu-satunya perempuan yang pernah masuk ke lingkungan pesantren sehingga Sahibul Menara menjulukinya sebagai princess PM. Sahibul Menara juga sempat bertaruh barang siapa saja yang bisa mendekati Sarah, maka Raja akan mentraktirnya makan makrunah (makanan paling popular di PM) di kantin selama sebulan penuh. Alif yang kebetulan seorang pengurus majalah kampus bersedia menerima tawaran tersebut, dengan mengangkat profil keluarga Sarah, Alifpun sukses memenangkan taruhan karena sanggup menunjukkan bukti fotonya bersama Sarah.
4. Pelataran/Setting
a. Latar tempat.
karena menceritakan seputar ponpes dan peristiwa pasca kelulusan Alif, maka settingnya sebagian besar di Pondok Madani dan di Maninjau (Sumatra_.
b. Latar Sosial
Latar sosial dalam novel ini adalah keadaan seorang pelajar yang terpaksa menempuh jalan lain untuk menggapai mimpinya. Namun jalan itu justru membawanya pada hal-hal tak terduga yang merupakan bonus dari bermimpi.
5. Sudut Pandang
Novel Negeri 5 Menara ini menggunakan sudut pandang aku sebagai tokoh utama. Peristiwa yang diceritakan adalah yang berkaitan dengan aku atau yang dianggap penting. Jadi, pengarang hanya menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan Alif Fikri atau mempengaruhi tindak-tanduknya.
6. Amanat
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari novel karya Ahmad Fuadi ini. Salah satunya adalah banyak jalan untuk meraih cita-cita, meski menggunakan jalur berbeda dari keinginan namun kita pasti bisa menggapainya dengan satu syarat: tidak pernah menyerah.
7. Gaya Bahasa
Penulis menggunakan gaya bahasa yang komunikatif tetapi tidak berlebihan dan enak dibaca. Penuh kata mutiara tetapi juga lucu sehingga tidak membosankan, berikut buktinya:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ( hal. 405 ).
C. Analisis Unsur Ekstrinsik
§  Nilai Agama.
Novel ini menceritakan tentang kehidupan sekitar pesantren sehingga banyak mengajarkan nilai agama yang tidak terdapat pada novel-novel lain. Salah satu bukti itu adalah kalimat “Man Jadda Wa Jadda”, yang berarti siapapun dapat meraih cita-citanya asal ia bersungguh-sungguh.
§  Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi kerasnya pendididkan di pesantren mengajarkan bahwa sebagai penuntut ilmu, kita harus sabar dan tidka pantang menyerah menuntaskan apa yang telah dimulai.

6 komentar: