UA-51566014-1 Catatan Harian

Rabu, 18 Maret 2015

Hujan selalu sama.

Mungkin segala hal di kehidupan kita berubah. Orang datang dan pergi, fisik bertumbuh, lingkungan berganti rupa, semua yang menjadi aspek di tubuh waktu berubah. Berganti menjadi mereka yang lain. Tapi tidak dengan hujan.

Hujan selalu sama. Karena itu, saya menyukainya.

Saya menyukainya karena dia seperti kotak waktu yang tetap. Kita bisa mengenang apa saja ketika ia tiba, mengingat kejadian dulu sekali, menikmati wangi tanah terguyur air saat ini, atau membayangkan suatu waktu ketika rambut mulai beruban dan hanya ada kita dengan rintik itu. Semacam kurun waktu tertentu, saat segala yang kau lakukan terasa tepat. Ketika hujan, kita tidur lebih nyenyak, makan lebih enak, membaca lebih konsentrasi, menulis lebih lancar dan melamun lebih indah. Kelebihan-kelebihan itu, tidakkah menyenangkan jika dialami saja? Tak perlu dihindari, bahkan, hey… mereka cuma air.

Air yang turun dalam kuantitas tertentu yang intens. Estetis. Seperti musik klasik atau nada-nada melankolis.

Sepanjang sejarah naik motor, tiga kali saya jatuh, dan ketiga-tiganya terjadi akibat menghindari hujan. Kali terakhir saya memutuskan untuk berhenti menghindar. Kemudian menggantikannya dengan berusaha menikmati, sebagai kompensasi atas rasa kesal. Lalu, ia mulai bersahabat, bahkan sudah lama saya ingin hujan-hujanan seperti bertahun-tahun dulu. Hanya saja, itu terlalu anomali untuk orang dua puluh tahunan.

Saya suka menjulurkan telapak tangan untuk merasakan tetes air itu.

Tidak mengherankan kalau banyak sekali prosa yang mengungkit hujan di dalamnya. Tapi, sebenarnya, saya menyukai hal-hal simpel seperti suaranya, baunya, suasana dan elemen-elemen yang membuat hujan tidak sederhana.


(Hujan, kalau kau bisa merasakan, seperti sebuah ajakan bagimu untuk mengenang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar