UA-51566014-1 Catatan Harian

Minggu, 20 Mei 2012

Pandangan Bangsa Luar Terhadap Sastra Indonesia: Ceramah Bersama Berthold Damshauser

Oleh Ansar Salihin
Rumah Puisi Taufik Ismail menggelar acara Ceramah/Kuliah Tamu bersama Prof. Dr. Berthold Damshauser (Universitas Bonn/Jerman). bertema “Pertukaran Sastra Indonesia dan Jerman” di Nagari Aie Angek, Tanah Datar-Sumatera Barat. Sabtu, 10 Maret 2012.
Selain acara seminar atau kuliah tersebut Berthold Damshauser juga membaca puisi dalam bahasa Jerman berdamping dengan sastrawan Sumatera Barat berbahasa Indonesia. Sastrawan tersebut adalah Rusli Marzuki Saria, Darman Moenir, Suhendri, Mahatma Muhammad dan Yenti (Guru Bahasa Jerman SMA 1 Padangpanjang) membaca puisi dalam bahasa Jerman berdampingan dengan Taufik Ismail membaca puisi bahasa Indonesia. Kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan motivasi bagi generasi muda untuk berkarya sastra. Kegitan tersebut dihadiri oleh beberapa sastrawan Sumatera Barat, mahasiswa dari beberapa kampus yang ada di Sumatera Barat. Selain itu juga dihadiri oleh berbagai sanggar seni dan sastra yang ada di Sumatera Barat seperti Langkar Pena Sumatera Barat, Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang dan Sanggar lainnya.
Berthold Damshauser sastrawan Jerman lahir di Wanne-Eickel (Jerman), 8 Februari 1957. Belajar sastra Jerman dan sastra Indonesia di Universitas Koln (1983) dengan Tesis tentang pengarang Indonesia Trisno Sumardjo. Pada tahun 1984 Studi Pascasarjana (Sastra Indonesia dan Sastra Jawa) di Universitas Indonesia dalam rangka darmasiswa pemerintah R.I. di UI ia juga sebagai dosen tamu jurusan Bahasa Jerman (1985) .
Sejak tahun 1986 mengajar Sastra dan Bahasa Indonesia di Seminar fur Orientalische Sprachen (SOS) Universitas Bonn/Jerman. Bekerja sebagai Editor Orientierungen, majalah mengenai kebudayaan Indonesia yang salah satu fokusnya adalah Sastra Indonesia. Selain itu juga penerjemah puisi dan penyuting beberapa antologi Indonesia dalam bahasa Jerman serta antologi puisi Jerman dalam bahasa Indonesia. Juga giat sebagai resitator puisi. Sekarang Berthold tinggal di Bonn, Jerman. Bersama isterinya Dian Apsari dan anak-anaknya Ayuningtyas dan satria Tristan.
Melihat biografi dan sejarah perjalanan Berthold, ia sangat mengerti tentang sastra Indonesia dan dapat menerjemahkan sastra Indonesia ke dalam bahasa Jerman dan sebaliknya. Bukan semua penerjemah dapat dapat menerjemahkan sastra ke dalam dua bahasa, atau dua budaya. Menerjemahkan karya sastra ke bahasa asing perlu kecerdasan yang luar biasa, misalnya menerjemahkan karya sastra Indonesia ke bahasa Jerman. Pertama Penerjemah harus mengerti tentang kedua tata bahasa, kemudian memahami budaya sastra kedua-dua Negara itu. Setelah itu menerjemahkan karya sastra dari sastra asli ke sastra tujuan, dengan tidak merubah maksud dan tujuannya serta budaya yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.
Pertukaran sastra antara dua negara merupakan pertukaran ide tau gagasan antar kedua negara. Perlu diperhatika dalam pertukaran ide ini adalah bagaimana perbandingan karya sastra Indonesia dengan karya sastra Jerman. Kemudian membandingkan peranan bangsa Indonesia terhadap karya sastra dan bagaimana peranan bangsa Jerman terhadap karya sastra. Karena salah satu pendukung dalam pertukaran karya sastra adalah peranan negara terhadap sastra tersebut. Baik itu hubungan antar dua negara maupun lebih dari dua negara. Menjadi pertanmyaan adalah, apakah negara Indonesia mendukung sastranya disebarkan ke negara lain. Berthold mengatakan negara lain memandang karya sastra Indonesia adalah karya sastra kuno. Karya yang masih menganut budaya kuno dan karya sastra yang terkenal di Indonesia menurut pandangan negara lain adalah karya-karya masa lalu, bukan karya sastra yang berkembang di zaman modern. Melalui pertukran sastralah kita membuktikan bahwa karya sastra Indonesia sudah menganut Sastra Modern. Caranya adalah menerjemahkan sastra Indonesia ke beberapa negara asing seperti bahasa Inggris, Jepang, Mandarin, Amerika, Jerman, Arab dan bahasa lainnya yang sangat berperan dalam bahasa internasional.
Pertukaran sastra merupakan pertukaran teks, teks sebagai dasar utama dalam pertukaran budaya kedua negara. Sebenarnya pernah terjadi pertukran budaya tampa teks, itu terjadi pada zaman Niraksara. Akan tetapi sejak ditemukan Aksara atau zaman tulis baca, dimana manusia telah meengenal tulis baca. Perkembangan budaya semakin cepat melalui teks, karena teks paling efektif dalam penyebaran budaya. Begitu juga dengan penyebaran agama melalui teks juga. Misalnya agama Islam menyebarkan agama melalui Alquran dan hadis sebagai panutan. Alquran dan hadis berbentuk teks yang dapat dibaca dan ditulis. Begitu juga dengan agama lainnya semua kitab-kitab kepercayaan manusia pasti berbentuk teks. Melalui pertukran teks tersebut indonesia memperkenalkan budayanya ke bangsa lainnya. Sehingga bangsa lain dapat memandang bagaimana sebenarnya budaya dan sastra Indonesia.
*) Penulis adalah mahasiswa Institut Seni Indonesia, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Jurusrrran Seni Kriya semester IV. Dan bergiat di Komunitas Seni Kuflet Padangpanjan. 
sumber: http://kuflet.com/2012/03/1156/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar