UA-51566014-1 Catatan Harian

Minggu, 20 Mei 2012

Konsepsi IBD Dalam Kesusastraan

SASTRA DAN KEBUDAYAAN
Sastra merupakan bagian dari kesenian, dan kesenian adalah unsur dari kebudayaan. Dalam perkembangan, kesusastraan Indonesia dibagi menjadi beberapa periode. Secara umum, sastra Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam sastra Indonesia lama dan modern.
Sastra Indonesia lama atau klasik adalah sastra yang dikembangkan sebelum pengaruh dari budaya luar, budaya terutama Barat. Sastra, lama diperkirakan lahir pada tahun 1500 sampai abad kesembilan belas. Kesusastraan Indonesia baru atau modern adalah sastra yang dikembangkan setelah pengaruh budaya Barat di awal abad kedua puluh.
PERIODE SASTRA INDONESIA
Beberapa kritikus sastra telah menyatakan pendapat atas ini periodisasi sastra Indonesia, yaitu sebagai berikut.
Zuber Usman berpendapat bahwa periodisasi sastra dibagi menjadi:
  1. Sastra Lama
  2. Masa perubahan
  3. Sastra Baru
    1. Masa Balai Pustaka (1908)
    2. Masa Pujangga Baru (1933)
    3. Zaman Jepang (1942)
    4. Angkatan ’45 (1945)
HB Jassin sastra berpendapat bahwa periodisasi dibagi menjadi:
  1. Sastra Sastra Melayu
  2. Sastra Indonesia modern
    1. Angkatan ’20
    2. Angkatan ’33
    3. Angkatan ’45
    4. Angkatan ’66
    5. Angkatan ’80
Dan kedua pendapat, dapat diketahui bahwa karya-karya sebelum angkatan ’20-an atau Perpustakaan Pusat termasuk ke dalam sastra Indonesia lama. Sastra lama, termasuk dongeng, mitos, fabel, legenda, sajak, puisi, gurindam, dan mantra. Karya-karya yang dimulai di dalam Balai Pustaka sampai perkembangannya hingga sekarang termasuk lumbung atau sastra Indonesia modern. Sastra Indonesia baru atau modern terbagi menjadi tiga jenis, yaitu prosa (novel, novel dan cerita pendek), puisi, dan drama.
PERBEDAAN SASTRA LAMA DAN MODERN
Dalam penjelasan untuk memahami sastra lama dan modern, perhatikan dua bentuk puisi berikut :
Kawanku dan Aku
(Karya : Chairil Anwar)
Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata…?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mngelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan bergerak tak punya arti.
===================================================================
Pantun Bersuka Cita
(Sumber, Balai Pustaka)
Elok rupanya si kumbang janti
Dibawa itik pulang petang
Tak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Berdasarkan bentuk kedua dari puisi itu, tampaknya perbedaan jelas. Di mana bedanya? Tidak menutup kemungkinan, ada juga kesamaan. Untuk menjawab itu, Perhatikan deskripsi berikut dengan seksama.
Berdasarkan bentuk, bentuk pertama dari jenis diklasifikasikan dari sajak. Adapun bentuk kedua, biasa disebut pantun. Seperti yang telah dibahas bahwa pantun itu termasuk karya sastra dari produk lama, sementara sajak itu adalah literatur produk baru, sastra modern Indonesia.
Dalam pantun, ada beberapa aturan yang mengikat. Pantun terikat pada jumlah baris (baris) dalam setiap bait. Terdiri dari empat sajak baris. Setiap lariknya dibentuk dan 8-12 suku kata, misalnya:
E – lok – ru – pa – nya – si – kum – bang – Jan – ti.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sajak dalam setiap bentuk bait nyata a – b – a – b. Pertimbangkan lagi kata terakhir dalam setiap baris sajak. Janti, petang, hati, dan dating, – i – ang, yang memperkuat makna puisi itu.
Selain hal-hal ini, dan dalam hal makna, setiap bait dalam puisi itu terdiri dari dua bagian. Dua yang pertama biasa disebut larik sampiran, sedangkan dua baris berikutnya disebut isi. Kemudian, dalam ayat tidak tercantum pihak yang menciptakannya (anonim). Dengan kata lain, sajak milik masyarakat setempat.
Berbeda dengan sajak, sajak tidak terikat oleh beberapa aturan yang dimaksudkan. Larik untuk pembuatan seperti acak. Anwar menulis ayat puisi “Kawanku dan Aku” sebanyak tujuh baris dari setiap bait bait dengan nomor tidak tetap. Perhatikan puisi ” Kawanku dan Aku ” itu. Bait pertama terdiri dari tiga baris, bait kedua, ketiga, dan keempat hanya satu larik; kelima bait terdiri dari dua larik: satu larik keenam bait, dan bait terakhir dari tiga baris.
Ini merupakan sastra Indonesia baru atau modem yang memiliki kebebasan teknik sastra. Bahkan, dalam beberapa puisi dan penyair lainnya tampak berbeda. Beberapa puisi yang ditulis dalam satu bait dengan sejumlah besar baris. Selain itu, dalam puisi tidak diketahui sampiran dan isi, jumlah suku kata atau sajak akhir.
Perbedaan di antara sastra lama dan modern, antara lain
Sastra Klasik :
  1. Puisi Terikat dan berbentuk kaku
  2. Prosa panjang statis (sesuai dengan keadaan masyarakat lama secara perlahan berubah)
  3. Puisi bebas, baik bentuk dan isi
  4. Istana sentris (cerita tentang keluarga kerajaan raja)
  5. Bentuknya hampir seluruhnya cerita prosa atau dongeng. Pembaca dibawa ke alam mimpi.
  6. Dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Arab
  7. Pengarangnya tidak tidak diketahui (anonim)
Sastra Modern :
  1. Puisi bebas, baik bentuk dan isi
  2. Dinamika baru prosa (selalu berubah dengan perkembangan masyarakat)
  3. Masyarakat sentris (bahan mengambil dan kehidupan sehari-hari)
  4. Sastra karya (puisi, novel, cerita pendek, drama) berdasarkan dunia nyata.
  5. Dipengaruhi oleh budaya Barat
  6. Penulis diketahui dengan jelas
Selain beberapa perbedaan antara karya sastra lama dan modern yang telah diuraikan, persamaan kedua jenis dihitung kecil. Pertama, keduanya diklasifikasikan sebagai jenis puisi. Kedua, kedua sajak dan pantun, baik tema dan tujuan yang sama. Keduanya mengajarkan moral atau kehidupan pembacanya.

sumber: http://rockydui.wordpress.com/2012/03/13/konsepsi-ibd-dalam-kesusastraan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar