Dear Waktu
Demi masa
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran
Pertama-tama aku
ingin berterimakasih kepada bapak Edi AH Iyubenu yang menulis sangat bagus mengenai
perspektifnya pada waktu. Reflektif dan mengundang galau yang sama.
Rupanya bukan aku
saja yang cemas bahwa waktu, dengan segala otoritasnya, memperlakukan hidup
manusia serupa rol film. Gulungan diputar, mengalami berbagai kejadian,
sebentuk kenangan kemudian habis begitu saja sebagai ending sebuah
cerita. Entah berapa miliar hidup yang telah dilumatnya menjadi papan nama dan
gundukan tanah belaka.
Bukan masalah, itu
hakmu, waktu. Sepertinya pula kamu khusus diciptakan Tuhan untuk itu. Hanya
ingin menguraikan sedikit pandanganku tentangmu. Betapapun cemasnya, aku juga
tak bisa memungkiri kesempatan yang diberikan olehmu untuk mengerti. Mengerti berbagai
macam hal, merasai warna-warni cerita yang membentuk kenangan, hingga akhirnya
tak lagi eksis di dalammu.
Setiap orang,
mungkin telah dan akan menemukan definisinya tentangmu. Ada yang menganggap
kamu itu ilusi, yang kita tak pernah tahu kapan dimulai dan berakhirnya. Ada yang
menganggapmu nyata senyata-nyatanya kenyataan. Bahkan ada yang tidak
menganggapmu sama sekali, dalam kata lain, kamu pun fana dan hanya bisa
dihitung oleh mereka yang menempati dunia fisik saja.
Aku sendiri belum
menemukan definisi tentangmu. Lebih tepatnya masih plin-plan. Ketika seseorang membahas
kefanaanmu, aku setuju. Lain hari, saat ada yang menganggapmu nyata, aku
sepakat tanpa syarat. Maka boleh dibilang, aku tak paham pada dasarnya. Gagal
mereduksimu menjadi satu kalimat yang
bisa dimengerti orang.
Selama ini tentangmu hanyalah:
1 menit = 60 detik
1 jam = 60 menit
1 hari = 24 jam
1 tahun = 365 hari
Begitu saja.
Sederhana memang,
tapi, dalam kehidupan kamu selalu lebih dari itu. Kamu menamatkan riwayat
orang-orang yang bahkan berusaha menguraikanmu. Orang-orang macam Einstein yang
berbicara soal relativitas, Newton tentang gaya dan gravitasi, serta banyak
lagi. Selanjutnya, kamu pun melahirkan manusia seberani Soekarno, searif
Mahatma Gandhi juga selegenda Madonna. Seolah-olah mereka sekadar
perbendaharaan yang mengisi eksistensimu sesungguhnya.
Semua luluh lantak
di hadapanmu. Hangus tak bersisa selain karya-karya yang atas seizinmu akan
dikenang sebagai sejarah dan teori. Tak ada yang bisa menyiasatimu dengan uang,
rayuan bahkan ilmu-ilmu mereka.
Dear waktu.
September 2012,
kamu menghadirkan seseorang yang menggenapi, di sisi lain merumitkan kehidupanku,
mereka: kami. Tepat September tahun selanjutnya, kamu menghancurkan hidupku
dengan mengambil ayah yang aku sayangi lebih dari apapun. Bahkan bila mungkin,
lebih dari diriku sendiri. September tahun selanjutnya lagi, tahun ini, tahun 2014,
kamu merenggut temanku dengan cara yang aku gagal paham hingga sekarang. Dan itu
membuatku takut bulan September. Pada masaku nanti, kamu juga akan menghibisiku
dengan senjata yang kaupunya kan? Senjata berupa masa yang membuat bayi menjadi
remaja, dewasa menjadi tua, hingga segala kekuatan masa muda melemah jadi
pantangan-pantangan lalu berhenti pada mati (struktur umum, tapi mati adalah
bab sendiri yang punya kepentingan terhadap nyawa manusia. Tak ada hubungannya
dengan umur).
Waktu,
Apalah artiku di
hadapanmu. Apapun kamu, telah terbukti bahwa manusia dengan segala miliknya tak
pernah mampu mencegahmu. Kamu istimewa. Dan aku yang begitu kecil ini tak ingin
terjebak dalam lingkaran definitif akanmu.
Aku hanya tak
ingin merugi. Karena ada sebuah surat yang secara khusus membahasmu, bahwa siapapun
yang tidak memanfaatkanmu dengan bijak, akan ditenggelamkan oleh ulahnya
sendiri. Meskipun aku belum memahamimu, perkenankan aku belajar agar tidak
termasuk orang-orang merugi.
Merugi, menakutkan
bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar