Sugeng sonten, gais. Kumaha damang?
Pertama-tama, kenapa NEGERI VAN
ORANJE dalam judul saya tulis italic? Ya, betul (emang siapa yang
jawab!). Karena saya bukan bermaksud menjelaskan betapa menariknya Negeri Van
Oranje. Kawan, kalian pasti sudah tahu kan apa itu Negeri Van Oranje? Bukan. Bukan
yang sebelah selatannya Semarang Selatan….
Nah, itu iya.. Belanda. Alias dutch,
alias Holland, alias negeri kincir angin, alias Londo, alias kompeni, alias
yang bukan mau dibahas di sini tapi keseret-seret juga!
Oke, langsung saja.. tujuan saya
menuliskan cetak miring adalah agar anda tidak salah paham. Karena Negeri
Van Oranje merupakan judul novel. Biar anda nggak dimarah-marahin dosen pas
presentasi gara-gara lupa meng-italic-kan judul buku. #pengalaman
Jadi, Negeri Van Oranje
adalah sebuah novel yang menceritakan persahabatan 5 orang mahasiswa yang
kuliah di Belanda. Mereka dengan background yang pastinya berbeda dan juga beda
alamamater pula (nah lo, ketemu di mana?), berkumpul dan membuat sebuah geng
yang dari sana lahir banyak cerita. Secara keseluruhan novel ini membahas
kehidupan intelektual marginal (istilah disponsori oleh alur hidup
memprihatinkan para tokoh) yang penuh petualangan mengesankan. Persahabatan kental
antara 4 cowok dan 1 cewek dalam Negeri Van Oranje, dibumbui kisah cinta
minimalis yang sedap, menimbulkan citra tersendiri bahwa pemikir pun punya
cerita yang bukan sekadar urusan akademis. Perpaduan proporsional tersebut
kemudian dikemas dalam kotak bahasa yang yummmyy (hey, kok jadi kayak
masakan!).
Tapi di sini saya hanya akan
membahas 5 hal menarik dari Negeri Van Oranje. Bukan resensi sistematis
yang berusaha menarik minatmu untuk datang ke toko buku Lalu beli. Iya kalau
menarik. Kalau jadinya malah kaku? Karena, saudara-saudara, andai kau tahu
betapa menulis sistematis itu bentuk tekanan batin dalam diam. Harus sesuai
eyd-lah, format kudu jelas, deskripsinya wajib masuk akal dan pake tinjauan
referensi, belum kalau tiba-tiba ada yang teriak di depan mukamu “INI ESENSINYA
APA?? Kamu semester 7 sudah dapat teknik penulisan sama metode penelitian belum
sih!”
gERRRrrrr…
Ya begitulah saudara-saudara, mari
kita bicara tentang subtansi saja. Karena sejatinya, pendahuluan itu cuma
basa-basi dan ya ampun…. Hentikan ketidakjelasan iniiiii.
Oke, check it out.. 5 Most favorite
things that I love from Negeri Van Oranje:
1. Informasi Study Abroad, Life
Abroad
Jelas…
salah satu keunggulan novel ini yang tidak dimiliki novel lain adalah
referensinya mengenai hidup di luar negeri. Lengkap, nyaris seperti buku
panduan. Terutama bagi kamu yang mau sekolah ke Holland raya sana. Mau Info
hiburan mahal, hiburan murah, hiburan murah percuma dan buang waktu? ada. Kiat
belanja sehari-hari, mingguan, bulan bahkan seumur hidup? Ada. Info belanja
juga mencakup harga, toko dan barang-barang bagus juga halal. Mau cari biaya
tambahan karena beasiswa kurang, atau malu minta duit sama emak (maksudnya
karena emaknya juga nggak punya duit)… tenang, dan jangan keburu jual diri
dulu. Ada info tentang kerja part time, full time sampe rodi yang efek
sampingnya menurunkan berat badan dan mengurangi waktu belajar. Sampai-sampai
kiat jitu buat jadi pelajar teladan pun ada. Bahkan nyampe 7 halaman sendiri.
Gilaaaa, kurang baik apa coba pengarangnya. Bikin fiksi sekaligus panduan yang
menghibur dan membuatmu bertahan hidup dari rongrongan harga mahal di Belanda.
Maka,
buku ini saya labeli Ultra Highly Recommended. Baca Negeri Van Oranje sebelum
ngerantau ke Belanda sama wajibnya kayak minum air sehabis makan. (Daripada
seret di jalan, gais.)
2. Fakta
Menurut
teori Sastra, fiksi adalah cerita rekaan yang kendati mimetis tidak dapat
disepadankan dengan kehidupan nyata.
Sumpahhhhh….
Saya nggak percaya banget sama teori itu, gais. Pasti pengarangnya berkaca dari
pengalaman nyata dan berniat berbagi ilmu tanpa harus sistematis. Dengan baca Negeri
Van Oranje, kamu bakal manggut-manggut karena kehidupan luar negeri tidak
selamanya manis. Kelihatannya sih beruntung tingkat dewa orang yang dapat
beasiswa ke luar negeri (Walaupun di lihat dari semua sisi, emang beneran
beruntung). Senangnya memang banyak, tapi susahnya? Wuihhh.. jauh lebih banyak.
Termasuk perjuangan mendapat beasiswa, bertahan hidup dan lulus dari penjara
bernama tesis.
Bagi
anda yang ingin Study abroad, plis, jangan cuma terbuai sama testimoni
dan motivasi. Anda perlu berbekal fakta bahwa di balik kemegahan status mahasiswa
program magister, ada kesulitan akademik dan non akademik yang naudzubillah. Contohnya
ketika tokoh Banjar yang teratur tidak berdaya saat Shit Happens:
laptopnya permanently shutdown, padahal nggak ada back up data, hardisk recovery
kelewat mahal ditambah musibah hilangnya berbagai rough data file plus 2
giga foto narsis selama di Eropa. Sementara ada 3 dokumen yang harus cetak,
deadline proposal tesis dan dua final paper.
Tapi nggak perlu parno. Negeri
Van Oranje juga menawarkan hal-hal manis yang berbanding terbalik dengan
kesulitan-kesulitan tadi. Jadi semacam dua sisi mata uang, Negeri Van Oranje
menawarkan fakta getir sekaligus manis setingkat penyebab diabetes mellitus.
Kesulitan berbanding terbalik dengan kemudahan. Dan justru itu, Negeri Van
Oranje seolah menghimbau pembaca untuk memperlakukan mimpi seperti slogan Nike:
IMPOSSIBLE IS NOTHING!
3. Persahabatan
Di tempat yang tak satu pun orang
adalah keluargamu, di negeri yang mata uangnya jauh melampaui harga mata
uangmu, apa yang lebih berharga selain sahabat? Nggak ada, gais. Sahabat emang
nggak ada matinya. Dan di rantau, mereka orang yang paling terkejut sekaligus
berduka kalau kamu mati (Astaghfirullah, jangan praktek ya, sedihnya beneran
kawan).
Persahabatan sama halnya koneksi,
bersifat maha penting bagi anak rantau. Ini menentukan tingkat kebetahanmu di
tanah rantau, gais. Bahkan terkadang koneksi memudahkan seseorang dalam
mengakses sesuatu. Tapi koneksi di sini bukan berarti kamu bisa KKN (Kuliah
Kerja Nyata, eh bukan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Ingat, meski birokrasi
Belanda belibet, ia nggak mata duitan kayak Indonesia. So, jangan coba-coba
nyuap atau nerobos antrian, itu malu-maluin bangsa.
Di Negeri Van Oranje, tema
mayor yang menonjol adalah persahabatan. Digawangi oleh tokoh Daus, Banjar,
Wicak, Lintang dan Geri, lima sekawan dengan karakter berbeda-beda membuat Negeri
Van Oranje nggak monoton. Daus yang idealis tapi polos, Wicak yang
nasionalis tapi songong, Lintang yang mempesona tapi lugu, Banjar yang tengil
tapi kasar (lah, nggak ada bagus2nya), the last, Geri yang ganteng, kaya
raya dan nggak ada tapinya. Eh, ada ding dan Tapi-nya Geri parah banget. Mau
tau? Baca sendiri yaa
Persahabatan mereka didukung oleh
cinta banyak segi. Kocak namun penuh konflik. Berkat Negeri Van Oranje
saya sadar, bahwa memang laki-laki dari alam bawah sadar sudah begitu: suka
memperebutkan perempuan dengan cara yang tidak prinsipil. Karakter tokoh yang
paradoksal juga sedikit banyak memperkuat pemahaman saya bahwa perempuan harus
punya iman. Maksudku, cowok ganteng, baik plus tajir memang segalanya,
tapi segalanya itu nggak bermakna kalau dia bahkan tidak memiliki satu hal
saja: kesejatian.
Jadi lebih baik setia sama satu
orang di hatimu. Sama dia yang kamu nggak tahu siapa, tapi bahkan kamu rela
nunggu tanpa menghitung bilangan waktu. Semua demi keyakinan. Seperti kata Dee “Carilah
orang yang nggak minta apa-apa, tapi kamu ingin memberi segalanya”.
Tuhkan ngelantur.
Tapi secara umum pengarang punya
pandangan luas tentang makna sebuah hubungan. Egaliter, tidak menghakimi dan
yang terpenting, tulus. Maka dalam urusan per-lintang-an di antara tiga cowok
Aagaban, wicaklah yang menang karena dia tulus. Nggak mudeng? Makanya baca. Hehe.
4. Bahasa
Karena sastra adalah produk bahasa,
nggak mungkin kamu baca tanpa memperhatikan bahasa dan cara pengungkapannya. Menurut
saya pribadi, novel bagus bukanlah karya yang mengangkat tema serius, tapi
novel dengan bahasa melenakan sampai pembaca nggak sadar itu penting atau
tidak. Yang penting baca aja dan ada manfaatnya.
Pertamanya, Negeri Van Oranje
terlihat biasa karena bahasa yang digunakan nggak nyastra. Namun tanpa
disadari, yang dianggap biasa itu ternyata mampu memprovokasi mata untuk lanjut
ke halaman-halaman berikutnya. Lebih jauh, pembaca bahkan sampai ketawa-ketiwi
sendiri yang berarti dia telah menikmati. Di luar perkara efektivitas, bahasa
novel Negeri Van Oranje sangat komunikatif. Kocak tapi mempesona, penuh
istilah borjuasi intelek tapi terkadang ndesone mendasarrr… sebuah
kompleksitas yang membuat saya bertanya-tanya, “Pengarang Yth, ini maksudnya
apa ya?? Anda keren tanpa bermaksud keren.”
Hmm.. mungkin efek nulis keroyokan.
FYI, Negeri Van Oranje ditulis oleh 4 orang: Wahyuningrat, Adept
Widiarsa, Nisa Riyadi, Rizki Pandu Permana.
Secara keseluruhan, saya suka pake
bangetnya yang level 10, novel ini bukan saja keren secara subtansi tapi juga
kemasannya.
5. Isu dalam Cerita
Negeri Van Oranje juga mengandung isu tidak sederhana yang inspiratif namun di satu
sisi menyulut kejengkelan. Ada aksi birokrasi yang aristokratis tapi
kadang-kadang nggak mutu, masa studi banding ke perusahaan coklat aja pake bawa
20an orang, pake travel lagi. Itu studi banding apa legiun perang??!! Belum pas
diajak diskusi sama ketua PPI (persatuan pelajar Indonesia), mereka-mereka
langsung ngacir dengan dalih rapat urgen, padahal di rundown nggak ada. Piye perasaanmu?
Demikian tipikalnya birokrat alias
orang pemerintahan alias PNS di mata mahasiswa Indonesia di Belanda, formalitas
tanpa integritas. Membuat para penerus bangsa yang secara genetik cerdas-cerdas
itu enggan balik ke Indonesia, dan memilih menjadi budak swasta atau
mengembangkan pengetahuan di Negara orang. Karena pulang ke Indonesia itu sendiri
adalah permasalahan dilematis: Pulang nggak dianggap (salah2 jadi pecundang)
kerja di pemerintahan pun makan ati, nggak pulang dikira nggak tahu diri.
Dalam isu dilematis itu muncul tokoh
Daus (PNS Depag), si idealis nan polos tersebut mencoba mengungkapkan
prinsipnya. Bahwa meski moral birokrat Indonesia sulit diperbaiki, bukan
mustahil satu orang membuat perbedaan. Semacam mendobrak hegemoni. Jangan menunggu
lahirnya bukti bahwa PNS berintegritas, tapi jadilah bukti itu sendiri.
Lagi, Negeri Van Oranje menceritakan
wisata Eropa yang terkenalll.. ada mannekeun pis (patung cupid kecil
pipis di Belgia), Pegunungan Alpen de-el-el. Tapi lewat salah satu tokoh, yakni
Banjar (kalau nggak salah), miris dengan wisata Indonesia yang waw namun
nggak terekspos. Jangankan oleh turis mancanegara, turis domestik aja entah. Bahkan
Borobudur saja sudah bukan keajaiban dunia, ini kementrian pariwiasata pegimane?
Padahal kalau boleh dibandingkan, patung Arjunan Wiwaha bisa jauh lebih gagah
dan berwibawa dibanding Mannekeun Pis.
Isu-isu di atas bukan sekadar
pemahit cerita atau buat nambah2 halaman saja. Tetapi juga fenomena yang
membuka mata pembaca Indonesia, tanah air beta pusaka abadi nan jayanya masih
butuh orang pinter yang bermoral dan (tentu saja) komit. Saya sih yakin
orang pinter di Indonesia bejibun, sebagian dari mereka juga bermoral, tapi
ketika menjadi pemegang kekuasaan & pembuat kebijakan komitmen merekalah
yang dipertanyakan.
Demikian 5 hal menarik dari Negeri
Van Oranje yang nggak ada di novel-novel lain. Sampai detik ini saya masih
merekomendasikan dengan status Ultra High Recommended bagi yang mau
sekolah ke Eropa, especially Holland. Bagi yang tidak pun saya tetap
merekomendasi. Minimal kecipratan semangat belajarnya.
Sekian. Selamat membaca :)