Aku tahu bagaimana
rasanya. Berada pada titik balik antara cinta dan benci. Hati yang cepat
berubah sederhana sekali menangkap penyebabnya. Untuk apa yang lebih duka dari
tak diberadakan. Menjalani eksistensi semu di hati seseorang. Kaulah luka yang
menggores sepanjang nisbinya suka. Mengalun bagai sebersit cahaya hati yang
entah apa namanya.
Tiba-tiba
pandangku terhadapmu biasa saja. Setelah tirai cinta kau sampir tanpa peduli. Di
dinding kelabu antara ada dan tiada. Sekarang, pergi pun takkan ada panas yang
merebak di pelupuk mata. Membuktikan bahwa rasa memang sesederhana kata. Gigantis
dengungnya namun tak lebih dari gombal semata. Ya, kau hanyalah persona dalam
arti sesungguhnya.
Suatu ketika, cinta
mengajariku bahwa yang sejati tak pernah rumit. Akan datang pada waktuNya, saat
ingatan kembali pada rencana di atas rencana. Dia mengarahkanku ke muara,
membelai luka yang hakikatnya pelajaran berharga. Menunjukkan sebagian aku yang
ada dalam dirinya. Sepotong ‘aku’ yang tersembunyi dalam palung sepi. Diselipkannya
doa untuk namanya yang tak pernah meminta. “Han, masih adakah tempat di hatimu
yang nyata? Aku ingin ke sana.”
Filsafat. . .
Terimakasih telah membuka selaput tipis antara kami
Menyadarkan bahwa yang ada selalu berdiri di sana
Pada batas antara mencari dan tawakal pada mauNya
Han, tarik aku ke labirin mesramu dengan alam
Kau membuatku percaya, ‘Tabula Rasa’ itu benar adanya!
aku yakin swt saat nanti temanku ini akan menjadi penulis :)
BalasHapusAmin ya Allah,, semoga cita2mu sebagai peneliti lipi jg tercapai:)
BalasHapus