Selamat pagi, kamu
yang selalu ada. Salam dari manusia penuh tanda tanya yang dengan sendiri tak
pernah yakin pada kalimat-kalimat, pada janji sebelum benar terjadi, pada
esensi yang masih diselimuti teka-teki.
Untukmu yang begitu kaku, beku dan lugu.
Bisakah kamu
melebur tanpa warna? Berhentilah bersuara dalam bahasa angka, please, jangan
memburu seperti hantu atau peluru-peluru yang rindu untuk menghabisimu dalam
eksistensi kami. Sehingga kita bisa tau, apa yang membuatmu begitu terhormat
sekaligus angkuh mengkotak-kotakan entitas ke dalam absurditas malka.
Orang bilang kamu seperti pedang, layaknya uang, sebagaimana ilmu. Tapi
dengan sendirinya membuktikan bahwa tak pernah ada yang tepat untuk memetakanmu.
Kamu berharga, aku tahu itu, selalu tahu. Sayangnya bagian mana
darimu yang bisa setitik saja mengerti, kemudian sepakat untuk tidak sepakat
bahwa bahagia itu sederhana. Mari sini, kita rinci bersama-sama. Bahwa katakanlah,
bahagia memang sederhana. Tapi kamu membuatnya serumit benang kusut yang
simpulnya sudah tak dapat dipastikan lagi. Sesekali, tanpa tanda kau membuat
kami berada dalam kondisi yang dirasa sempurna, namun kali lain memaksanya
untuk tak bisa diformulasi menjadi rencana. Hingga masing-masing hilang, dan
sekali ini, kamu masih selalu ada. Entah sampai kapan.
Segalanya menjadi
meta dalam Terra Incognita. Apa itu “Carpe diem, quam minimum credula
postero”! Cih. Cuma kamu yang bisa memaknai maknanya, kan? Memaknai makna. Memaknai
makna. Sekalipun aku berada dalam infinitum bersama orang serupa, mengalami déjà
vu, atau bahkan merasakan inkarnasi berkali-kali… tetap kamu yang bisa menarik
premis postulat dalam sebuah riwayat. Memecahnya jadi ceceran aksioma yang
harus digali tanpa apa.
Hey, kamu yang sangat semena-mena dan ambigu… orang bilang namamu
WAKTU. Betul begitu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar