Dibilang mengeluh, kurasa bukan.
Aku hanya mencoba manusiawi dengan menuliskan beberapa hal yang memberatkan hari-hari.
Lagipula ini satu-satunya setelah Tuhan, di mana aku bisa memaki sepuasnya tanpa terbaca mereka.
Karena aku tak memiliki siapapun selainNya. Yang mampu mendengar dan merasakan penat dari sudut pandang sama.
Mungkin anomaliku juga yang tak pernah nyaman untuk terlalu dekat dengan siapapun. Aku manusia belakang panggung yang mencoba tersenyum lewat kemarahan tak kasat mata. Bahkan seseorang yang sempat kusebali berkata, "Kamu isi ulang sabar di mana sih nis?". Dengan ringan dan tanpa dosa seolah kita baik-baik saja. Aku cuma menyeringai sederhana. Kau pikir aku tidak kenal namanya muak! kau juga salah satu dari beragam jenis kemuakan itu.
Kehidupan ini membingungkan. Saat kau begitu menginginkan sesuatu, dia seperti kutub searah yang menjauh dan menolak kehadiranmu. Lalu ketika kau berusaha mengacuhkan sambil tak peduli, dia datang bersama pasukan yang diam-diam membawa pergi keakuanmu. Aneh. Mungkin itu yang tengah terjadi dalam kenisbian hidupku. Bagaimana bisa kau secara drastis jatuh cinta pada apa yang dulu dibenci, sekaligus tenggelam tanpa seorangpun berniat menarikmu keluar. Aku terbenam dalam volume air tak terkira, tentu saja sesak. Namun di balik kesesakan itu ada kesenangan yang memaksa "stuck" agar tak beranjak, apalagi kembali pada daratan yang dulu memberikan segalanya. Perasaan macam apa ini?
Sesak itu demikian kronologinya:
Dulu, kau datang ke suatu tempat yang menurutmu dapat memenuhi ekspektasi akan mimpi-mimpi. Pertama senang sekali rasanya. Semua ada, mulai dari kau memvokalkan "a" hingga mampu menjadikan "a" sebagai paradigma yang menyusun pendapatmu terhadap hidup dalam sebuah tulisan. Banyak sekali hal yang membuat seseorang tak bisa lurus-lurus saja. Kemudian kau menengok terlalu lama, terpesona lalu tak sanggup menarik diri. Tanggung jawab terlanjur merangkul pundak tanpa bisa dilepas. Bahkan ketika kau membenci manusia-manusia di dalamnya, tetap tak ingin meninggalkan begitu saja. Karena sesal benar-benar siap menyongsong sewaktu memulai proses apatis. Tali telah mengikat, sekat sudah menjerat, meski ia berdiri antara putih atau hitam samasekali. "Piye perasaanmu?"
Kau terjebak dalam cinta segitiga. Antara Kuliah, Organisasi dan Diri Sendiri. Tiga hal tentang kita yang selalu membuatu kita bertanya "mengapa?"
Alam. . .
Manusia. . .
Tuhan. . . . . .
Sama kan? Tiga unsur yang bisa simbiosis mutualisme dalam equilibrium kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar