Contoh Kitik Folklor
Kritik seringkali dimaknai secara sempit, yakni kecaman atau penilaian buruk terhadap suatu karya. Namun pada hakikatnya kritik merupakan suatu tanggapan yang disampaikan guna memperbaiki kekurangan sebuah karya. tnggapan tersebut harus objektif agar tidak berkesan menggurui. Disampaikan dari segi positif maupun negatifnya. selain itu, seorang kritikus juga sebaiknya memberikan solusi atas hal yang mereka nilai. Sedangkan kritik folklor dapat dimaknai dengan penilaian terhadap cerita rakyat, untuk menggali nilai2 yang terdapat didalamnya.
Contoh kritikk folklor.
Si Boru Deak Parujar
v Ringkasan Cerita
Nonang
Siriboura merupakan prosa cerita rakyat yang beredar di masyarakat batak dan
bersifat menghibur masyarakat. Prosa ini berbentuk naskah yang terdiri dari
tujuh judul, masing-masing cerita memiliki ajaran moral berupa sindiran secara
halus.
Awalnya
naskah ini merupakan koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta dengan jumlah
halaman 48, dan jumlah baris 29-36 setiap halaman. Naskah asli ditulis dalam
Bahasa Batak dengan menggunakan huruf latin di atas kertas folio bergaris dalam
sebuah buku. Akan tetapi pemerintah telah merevitalisasi naskah dengan bentuk
terjemahan Bahasa Indonesia sehingga pembaca dapat memahami dan memberikan
analisis serta kritik terhadap folklore tersebut.
Pada
bagian ini, kelompok kami akan mengambil cerita berjudul Si Boru Deak Parujar (terjadinya
dunia ini). Dahulu kala terdapat seorang putrid penguasa langit bernama Si Boru
Deak Parujar dan memiliki putrid bernama Si Boru Deang Ha Gurasta. Dengan
kesaktian dan pengetahuannya Si Boru Deak Parujar bertekad menciptakan bumi
dari segumpal tanah. Namun tekad itu dihalangi oleh Raja Laut Padoha yang jauh
lebih sakti, karena takut daerah kekuasaannya berkurang.
Berkali-kali
Raja Laut Padoha menghancurkan tanah yang dibuat oleh Si Boru Deak Parujar. Karena
kesal, Si Boru Deak Parujar berinisiatif mengalahkan Raja Laut Padoha dengan
cara menipunya. Raja Laut Padoha dibuat tertarik akan gelang gigi Si Boru Deak
Parujar. Di mana ia meminta Si Boru Deak Parujar membuatkannya. Si Boru Deak
Parujar setuju, asal Raja Padoha bersedia dipasung dan membiarkan ia
menciptakan tanah dunia, agar memudahkan gelang gigi dipasangkan kepadanya.
Sebenarnya pasungan yang dilakukan itu untuk menghindari Raja Padoha
menghancurkan lagi tanah dunia yang ia ciptakan. Namun sampai enam kali
dipasung , bila disuruh mencoba melepaskan pasungan selalu berhasil. Pada Raja
Padoha, Si Boru Deak mengatakan bila pasungan selalu diputus, maka gelang gigi
tidak bisa dimasukkan, oleh karen itu harus dipasangkan pasungan yang sangat
kuat.
Setelah
pasungan yang kuat itu diperoleh, maka dipasung kembalilah Raja Padoha.
Kemudian disuruhlah ia mencoba melepaskan pasungan, namun pasungan tidak
berubah sama sekali. Si Boru Deak Parujar sangat senang, karena ia dapat
menaklukkan Raja Padoha dengan tipu muslihatnya untuk menciptakan dunia ini.
Dengan kalahnya Raja Laut Padoha, dunia pun akhirnya dapat tercipta.
v Kritik
a.
Dilihat
dari segi bahasa, penyajian cerita ini sukar dipahami. Pengggunaan redaksi khas
cerita rakyat kuno membuat pembaca perlu mengulang bacaan dan mempelajari
kalimat demi kalimat untuk memahami alur cerita. Seperti yang terdapat dalam paragraph
berikut:
Setelah
itu disetujui Raja Padohalah masuk ke dalam pasungan itu. Setelah masuk ia
kepasungan itu, diperkuat Si Boru Deak Parujarlah kunci-kuncinya, setelah itu
dikatakanlah: “Cobalah kamu bergerak sekuatmua, apakah dapat kamu putuskan
pasungan ini; jika dapat, tidak dapat kumasukkan gelang gigimu itu ke gigimu!”
Setelah itu bergeraklah ia, jadi putuslah dibuat seperti tali. Selalu seperti
itulah dilakukan hingga enam kali.
(Dirjen Kebudayan, 1995:48-49)
Namun dapat dimaklumi karena naskah Nonang Siriburon merupakan
naskah kuno, sehingga kitalah yang harus menyesuaikan untuk memahami isi
cerita.
b.
Jika
dari segi Psikis, penggambaran karakter masing-masing tokoh sedikit berlebihan.
Tokoh protagonis dideskripsikan begitu sempurna dan tokoh antogis pun
digambarkan sedemikian buruk. Hal ini tidak sesuai dengan kehidupan
sehari-hari, karena pada kenyataanya “tak ada gading yang tak retak”. Seperti
terdapat dalam beberapa kalimat berikut:
“Tetapi
kalau Si Boru Deak Parujar, yang banyak berpengetahuan, dengan segala ilmu-ilmu
yang ajaib, yang menjadikan dunia ini, beginilah sifatnya. . . “
(Dirjen Kebudayaan, i995: 46)
Akan tetapi dari tokoh itu kita
dapat mengambil pelajaran bahwa apapun bisa diraih bila bersungguh-sungguh dan
menggunakan akal dengan baik. Sedangkan dari tokoh Raja Padoha yang antagonis,
kita dapat mengambil pelajaran bahwa sesakti apapun orang jahat dapat
dikalahkan oleh kebaikan.
c. Semua hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, tidak terkecuali
folkor Si Boru Deak Parujar. Terdapat nilai-nilai positif yang dapat diambil, antara
lain nilai pendidikan dan nilai mitologi.
·
Nilai Pendidikan
Pendidikan
merupakan unsur penting yang dapat membimbing manusia ke arah pengetahuan dan
kebenaran. Nilai pendidikan yang tercermin dalam folklore ini adalah hendaknya
setiap orang memiliki, karena melalui ilmu yang dimilikinya akan mampu mencapai
tujuan yang diinginkan.
Di samping
ilmu, seseorang juga harus memiliki prinsip dan tekad yang kuat. Karena melalui
prinsip dan tekad kuat untuk mencapai tujuan, rintangan maupun hambatan yang
ada niscaya akan mampu dilewati. Seperti Si Boru Deak Parujar yang akhirnya
dapat mengalahkan Raja Padoha setelah berkali-kali gagal.
Ada pula unsur
pendidikan lain, yakni sifat berani. Sifat berani sebenarnya tidak selalu
dimiliki oleh setiap manusia. Namun dalam keadaan terdesak seringkali muncul.
Seperti dalam cerita ini sifat berani muncul pada tokoh Si Boru Deak Parujar,
pada saat keinginannya menciptakan dunia ada yang menghalangi. Jadi dengan
demikian, jelaslah bahwa cerita Si Boru Deak Parujar ini cukup member gambaran
nilai-nilai pendididkan.
·
Nilai
Mitologi
Secara
mithologi orang Batak percaya bahwa mereka keturunan Dewa dari Kayangan, yakni
keturunan Si Boru Deak Parujar yang dikawinkan dengan Raja Udap-udap. Keturunan
pertama dari perkawinan ini, adalah Rjaj Ihatmanisia dan Boru Ihatmanisia.
Kemudian dari ini lahir Si Raja Batak. Berdasarkan mythos tersebut, setiap
orang batak dalam arti orang Toba merasa dirinya keturunan dewa, dan setiap
orang Toba menyebut dirinya Raja terutama ia anak laki-laki.
Dengan demikian
cerita Si Boru Deak Parujar dapat dikatakan mengandung unsure mithologi. Karena
mithologi mempunyai peranan penting pula dalam kehidupan ini. Nampaknya dari
mithologi sering memperkuat keyakinan, pendapat atau sikap seseorang terhadap
sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar