Negeri 5 Menara
(A. Fuadi)
A. Sinopsis
Novel Negei 5 Menara ini berkisah
tentang anak laki-laki bernama Alif
Fikri yang ketika lulus Mts menentang keras permintaan Amaknya (ibunya)
untuk melanjutkan pendidikan di pesantren. Alif ingin seperti sobat kentalnya,
yang sama-sam bermimpi melanjutkan ke SMA agar kelak bisa mengecap pendidikan
di Institut Teknologi Bandung
Selama ini sekolah agama dicap
sebagai institusi pendidikan kelas dua yang banyak dihuni oleh anak-anak
“buangan”, entah karena tidak naik kelas, urakan maupun kurang biaya. Jika
sekolah agama diisi oleh orang-orang seperti itu, lalu siapa yang akan
meneruskan perjuangan Buya Hamka,
seorang ulama sekaligus cendikiawan. Amak dengan bijak mengatakan bahwa sekolah
agama perlu anak-anak seperti Alif, lulusan pintar yang belajar untuk ilmu,
bukan demi biaya ringan maupun otak terlantar. Atas dasar itu serta surat
penguatan dari pamannya bahwa belajar agama sama sekali bukan ide buruk, malah
mendatangkan manfaat yang tidak terkira. Alif setuju untuk nyantri (menjadi
santri) dengan satu syarat: harus keluar dari pulau Sumatra.
Di Pondok Madani (PM) Alif bertemu
dengan Raja, Said, Dulmajid, Baso, dan Atang yang sering berkumpul di menara
masjid sehingga dijuluki Sahibul Menara (pemilik menara). Bersama kelima terman
barunya, Alif mulai merasakan nikmatnya menuntut ilmu di tengah indahnya
persahabatan. Mereka saling menguatkan satu sama lain dengan mantra Man Jadda
Wa Jadda, bahkan ketika salah seorang anggota sahibul menara yang paling jenius
terpaksa drop out dari PM. Kepergian Baso dijadikan cambuk penyemangat bagi
kelima sahibul menara untuk menyelesaikan pendidikan sebaik mungkin dan menjadi
orang sukses.
Pada akhirnya seluruh anggota
sahibul menara menjemput impian masing-masing setelah melalui berbagai
rintangan. Satu yang tak boleh dilupakan, jangan pernah meremehkan impian,
walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
B. Analisis
Unsur Intrinsik
1. Tema
Trilogi Negeri
5 Menara ini mengangkat tema tentang pendidikan. Karena sejak awal permasalahan
ditimbulkan oleh ketidak inginan tokoh utama menjalani pendidikan di pesantren.
2. Alur/Plot
Alur dalam
novel ini adala maju-mundur. Pada bagian awal diceritakan tokoh Alif fikri
bersama istrinya tengah berada di Washington DC. Lalu tokoh utama mengenang
kembali masa-masa di PM. Buktinya adalah sebagai berikut:
WashingtonDC,
Desember 2003, jam 16.00. Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan
menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The
Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya
klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung
terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku. ( hal.1 )
Aku tegak di
atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak
tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku
termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam. (hal. 5)
London, Desember 2003, Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.( hal. 405 )
3. Penokohan
a. Alif Fikri
Merupakan tokoh utama dalam novel. Ia berkarakter baik hati, pintar dan
sedikit keras kepala. Sikap keras kepalanya terbukti ketika ia menolak keras
permintaan ibunya untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren Madani. Impian
menuntut ilmu di almamater berlambang Ganesha (ITB) pun terkadang membuat Alif
iri pada Randai. Namun sedikit demi sedikit Alif mulai menyadari bahwa pilihan
Amak adalah anugarh besar bagi dirinya.
b. Randai
Sahabat dekat sekaligus rival bagi Alif Fikri. Kendati bersahabat, keduanya
sama-sama bersaing untuk menduduki ranking tertinggi dalam kelas. Dalam novel
ini, tokoh Randai diceritakan sebagai pelajar pintar, baik hati namun sombong.
Ia sering memamerkan keberhasilannya di bangku sekolah pada Alif, termasuk
ketika SMA.
c. Sahibul menara
Merupakan teman dekat Alif semas adi PM. Mereka adalah Raja, Said,
Dulmajid, Baso, dan Atang. Kelima orang itu diceritakan berwatak protagonis,
dari merekalah Alif belajar mehargai perbedaan dan sedikit demi sedikit
angannya melanjutkan pendidikan di SMA terobati.
d. Amak
Amak adalah ibu dari tokoh Alif Fikri, seorang guru MI yang berhati lurus,
idealis dan memiliki kemauan tinggi untuk memajukan putranya. Idealismenya tidak
pandang bulu dan bisa mengenai siapa saja termasuk putra sendiri. Pernah suatu
kali ia melukiskan angka merah di raport Alif lantaran putranya itu tidak mau
memainkan alat musik ketika praktik kesenian. Amak juga sempat dijauhi para
guru saat ia dengan tegas menolak memberikan bantuan jawaban pada siswa-siswi
yang tengah menjalani Ujian Nasional.
e. Ayah
Dikisahkan sebagai orang sabar, pendiam tetapi juga sangat memperhatikan
pendidikan anak-anaknya.
f. Ustadz Salman
Tokoh ini adalah wali kelas Alif semasa di PM, seorang lelaki mda bertubuh
kurus dan bersuara lantang. Dari mulut beliaulah Alif mendengar petuah yang
menginspirasi serta menguatkan tekad menuntaskan belajar di PM.
g. Kyai Rais
Pemimpin PM yang dihormati banyak kalangan, tak terkecuali Alif. Beliau
memberi kalimat yang terpatri kuat di hati para santrinya, yakni “Man Jadda Wa
Jadda dan Man Shabara Zafira”.
h. Sarah
Tokoh ini tidak terlalu ditonjolkan dalam novel. Ia adalah putri salah
seorang pendidik di PM, satu-satunya perempuan yang pernah masuk ke lingkungan
pesantren sehingga Sahibul Menara menjulukinya sebagai princess PM. Sahibul
Menara juga sempat bertaruh barang siapa saja yang bisa mendekati Sarah, maka
Raja akan mentraktirnya makan makrunah (makanan paling popular di PM) di kantin
selama sebulan penuh. Alif yang kebetulan seorang pengurus majalah kampus
bersedia menerima tawaran tersebut, dengan mengangkat profil keluarga Sarah,
Alifpun sukses memenangkan taruhan karena sanggup menunjukkan bukti fotonya
bersama Sarah.
4. Pelataran/Setting
a. Latar tempat.
karena menceritakan seputar ponpes dan peristiwa pasca kelulusan Alif, maka
settingnya sebagian besar di Pondok Madani dan di Maninjau (Sumatra_.
b. Latar Sosial
Latar sosial dalam novel ini adalah keadaan seorang pelajar yang terpaksa
menempuh jalan lain untuk menggapai mimpinya. Namun jalan itu justru membawanya
pada hal-hal tak terduga yang merupakan bonus dari bermimpi.
5. Sudut Pandang
Novel Negeri 5 Menara ini menggunakan sudut pandang aku sebagai tokoh
utama. Peristiwa yang diceritakan adalah yang berkaitan dengan aku atau yang
dianggap penting. Jadi, pengarang hanya menceritakan hal-hal yang berkaitan
dengan Alif Fikri atau mempengaruhi tindak-tanduknya.
6. Amanat
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari novel karya Ahmad Fuadi ini. Salah
satunya adalah banyak jalan untuk meraih cita-cita, meski menggunakan jalur
berbeda dari keinginan namun kita pasti bisa menggapainya dengan satu syarat:
tidak pernah menyerah.
7. Gaya Bahasa
Penulis menggunakan gaya bahasa yang komunikatif tetapi tidak berlebihan
dan enak dibaca. Penuh kata mutiara tetapi juga lucu sehingga tidak
membosankan, berikut buktinya:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu
lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja
bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa
awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia,
sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia.
Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana
merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar
dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.
Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ( hal. 405 ).
C. Analisis Unsur Ekstrinsik
§
Nilai Agama.
Novel ini menceritakan tentang kehidupan sekitar
pesantren sehingga banyak mengajarkan nilai agama yang tidak terdapat pada novel-novel
lain. Salah satu bukti itu adalah kalimat “Man Jadda Wa Jadda”, yang berarti
siapapun dapat meraih cita-citanya asal ia bersungguh-sungguh.
§
Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi kerasnya
pendididkan di pesantren mengajarkan bahwa sebagai penuntut ilmu, kita harus
sabar dan tidka pantang menyerah menuntaskan apa yang telah dimulai.
terimakasih:)
BalasHapussama-sama:)
BalasHapusmantab nih buat tugas b.indo
BalasHapussngat membantu,
BalasHapusbagus, sangat membantu
BalasHapusmakasih !!!
BalasHapus