Waktu kecil, kami berempat pernah berandai-andai menghadiahkan
mobil. Tinggal di sisi kanan dan kiri rumah. Membangun keluarga besar yang tak
beranjak dari sekitar rumah masa kecil.
Waktu kecil, dia suka sekali
mendongeng. Tentu saja tak gratis. Semua harus berdasarkan seberapa besar alat
bayar. Ada yang mengandalkan pencabutan uban, pijat atau mengambilkan minum. Dan
dia menerima semua jenis pembayaran yang bergantung pada kemampuan.
Dia suka membantu kami mengerjakan PR. Seperti dia suka menambahkan
matematika dalam PR kami. Dia juga guru bahasa inggris dan musik yang baik. Aku
bisa membaca not balok sejak SD berkat dia. Aku suka puisi dan novel berkat
dia. Orang itu, sangat peduli pada pendidikan kami. Membantu menemukan jati
diri dalam sejumlah daftar mata pelajaran.
Kalau ada lomba lucu2an, dia pemenangnya. Kalau ada lomba galak2an,
dia juga menang. Multi talent kan? Ya, begitulah dia.
Dia sombong. Selama dua puluh tahun menjadi anaknya, aku jarang
sekali dipuji. Bagaikan anak adalah beban pemberat. Tapi tanpa dia aku tak akan
pernah jatuh cinta pada sastra. Takkan pernah menjuarai lomba. Dan takkan
sampai sejauh ini.
Aku tahu sebenarnya belum sampai ke mana-mana. Dia bilang juga
begitu.
Belakangan ini, aku baru tahu bahwa ada yang merencanakan aku
menjadi the next ‘dia’. Dan orang itu adalah dia sendiri.
Belakangan ini, aku juga tahu dari bibi, dia sering menyebut namaku
dengan bangga. Sesuatu yang tak pernah ditunjukkan selama dua puluh tahun
terakhir.
Selama ini dia pelit. Tapi ternyata sekadar perhitungan. Karena terlalu
terbiasa dengan matematika.
Selama ini dia galak dan suka membodoh2i. Tapi ternyata justru
caranya menyemangati.
Salama ini aku terlalu egois untuk menjadi apa yang kuinginkan. Tanpa
mengindahkan sarannya.
Dan setelah waktu menutup semua kesempatan, aku baru sadar bahwa
aku mencintainya. Mencintainya seperti udara. Sehingga saat kehilangan, dada
ini sesak sekali. Takkan ada lagi manusia seperti dia dalam sisa hidupku. Singkatnya,
kami takkan bertemu lagi. Sebesar apapun aku merindukannya, tak ada hari yang mau
mempertemukan. Kecuali Tuhan berbaik hati memberiku mimpi. Dan mungkin di
akhirat nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar