“Dunia akan KERAS jika anda LUNAK terhadap diri sendiri.
Sebaliknya, dunia akan LUNAK jika anda KERAS terhadap diri sendiri.”
(Anonymous)
안녕하세요, 친구 ? (Annyeong Haseyo,
Chingu?)
Kalimat di atas
klise sekali ya. Benar-benar klise. Namun sayang, klise pun tidak membuat kita
sanggup mengingkari kebenarannya. Kita sering sekali mengeluhkan tanggung jawab
seolah itu beban yang memberatkan langkah. Padahal tanpa disadari, setiap
tanggung jawab adalah ladang bagi kebaikan yang menunggu setelah setelah
digenapi. Yap, jika seseorang harus bertanggung jawab atas sesuatu, berarti dia
memiliki peran yang tidak selalu dimiliki orang lain.
Implikasinya, keberadaan orang
tersebut dapat dirasakan orang lain. Padahal (menurut saya pribadi), seseorang
dikatakan ‘berguna’ JIKA dan HANYA JIKA ‘ketiadaannya’ akan berpengaruh
terhadap kondisi orang di sekitar. Secara otomatis anda bisa dikatakan penting.
Bagaimana tidak, wong kalau anda tidak ada, akan ada sesuatu yang
terbengkalai. Begitu pula sebaliknya, bukankah seseorang yang keberadaannya
ditiadakan alias tidak berpengaruh apa-apa, lebih baik tidak ada saja?
Kembali pada intro, sebenarnya kalimat
itu bukan subtansi yang akan dibahas. Cuma buat pajangan saja. Karena sekarang
saya hanya ingin membuang waktu sambil (barangkali) bermanfaat bagi anda yang
membaca. Jadi begini, saya baru selesai membaca buku yang menarik sekali. Buku
tersebut membuat saya kelebihan semangat alias tumpeh-tumpeh. Maka akan lebih
baik kalau dibagikan saja. Kan? Karena ‘kelebihan’ yang tidak dibagi itu
percuma, hanya lebih saja, nggak bermakna apa-apa.
Awalnya saya sedang jalan di rak
psikologi sebuah perpustakaan, ‘Lalu’ menemukan buku yang covernya lucu sekali.
Berilustrasikan seorang anak yang berada di tengah awan dengan posisi seolah
terbang, tangan kanan si anak itu berusaha menggapai bintang. Kalau dipandang
sekilas cover tersebut lebih cocok digunakan untuk diary cewek 12 tahun
atau sampul dongeng pengantar tidur. Namun setelah saya lihat berkilas-kilas,
ternyata itu semiotika juga. Semiotika yang sangat merepresentasikan isi buku. Dalam
cover si anak terbang tanpa sayap, melewati awan yang bisa dianalogikan sebagai
hambatan, jarak yang sejengkal dari bintang (mungkin bisa) diartikan sebagai ‘keputusan
di tangan pembaca’ yang mau mengaplikasikan isi buku atau tidak.
Sebagai orang yang terkadang masih judge
the book by its cover, buku itu mengantar saya pada pemahaman bahwa sukses
itu bukan kemenangan tunggal. Sukses adalah semesta perjuangan yang
keberadaannya sangat bergantung pada banyak faktor dan X faktor. Banyak faktor antara
lain: militansi, sikap terhadap orang lain, serta proses adaptasi yang tak
berhenti pada kata lelah. Sementara faktor X-nya tentu saja kehendak Tuhan Yang
Maha Kuasa. Buku berjudul EVERYTHING IS POSSIBLE ini memuat banyak sekali quote
masuk akal, lengkap dengan studi kasus yang sangat dekat dengan kehidupan kita.
Berkat buku ini juga saya jadi tahu, sebenarnya (secara pragmatis) hal paling
menarik pada seseorang adalah nilai diri. Kalau kita bukan penganut mazhab love
is blind, pasti cukup objektif untuk melihat kualitas-kualitas tak
terjangkau mata. Karena Cuma hati yang sinkron dengan logika mampu menangkap itu
semua. Meski pada dasarnya orang berkualitas selalu mutlak menarik.
Nilai diri itu sendiri ditentukan oleh
seberapa banyak peran yang kita miliki. Contohnya Jokowi.. aduh nggak deh ntar
masuk tv gara-gara UU pencemaran nama baik melalui jejaring sosial. Eh nggak
apa ding ya, ini kan contoh baik.
Oke, misalnya Jokowi, mari runut berapa
banyak perannya secara kasat mata:
makhluk Tuhan, anak ibunya, bapak, suami, fungsionaris
partai, Presiden RI.
Dua yang terakhir itulah yang membuat nilai dirinya
menjadi tinggi. Bayangkan, kalau Jokowi menghilang seminggu saja, pasti seluruh
Indonesia sudah kalap. Beda dengan bukan siapa-siapa seperti saya. Satu
semester cuti juga yang nyari paling-paling pengelola hawe doang, gegara anak
magang terbengkalai haha. Itu pun masih salah satu bentuk ke-PD-an, mungkin
malah nggak ada sama sekali.
Kalau anda seorang
karyawan, guru, teller bank, motivator dll yang bekerja secara kongkret,
Selamattttt… setidaknya anda memiliki manfaat struktural dan fungsional.
Nah, peran ganda dalam kehidupan
itulah yang menentukan tingkat penting atau tidaknya seseorang. Peran ganda
membuat orang diperlakukan sebagai pemimpin yang disegani, professional yang
dihargai, orangtua yang dihormati serta individu yang bisa diteladani banyak
pihak. Sebaliknya, peran minim membuat seseorang justru ditiadakan, terbawa
arus alih-alih nasibnya ditentukan para pembuat kebijakan.
Pelajaran istimewa
lain dari buku ini yakni bertambahnya keyakinan saya bahwa sebaik-baik manusia adalah
yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Ceritanya, saya
sangat menyukai kalimat itu, entah kenapa. bahkan sampai menyertakannya dalam
bio twitter. Namun belakangan sadar bahwa sejatinya saya Cuma manusia tengil
yang mencomot suatu kalimat tanpa memahami maknanya. Yap, saya sama sekali
tidak berjuang mengaplikasikan kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Semata-mata
orang yang menyematkan moto hanya karena kalimat itu bagus. Selebihnya kosong. Hidup
sebagai manusia kebanyakan yang ketika diberi tanggung jawab malah gabut dan
mengeluh.
Ternyata the best
man are the most useful for others cobaannya gede. Setidaknya kita harus
belajar ikhlas dulu. Karena ikhlas itu seperti Al-ikhlas kan? Tak pernah ada
kata ikhlas. Yang ada hanya Allah Maha Esa. Maka belajar bermanfaat, adalah
kesediaan amal tanpa menghitung, berkorban tanpa mengeluh dan berbagi tanpa
berharap kembali. Ikhlas berarti melesapkan segala keakuan dalam bertindak,
sudah ada yang Maha Tunggal yang akan menghitungkan kok.
Mungkin untuk menanggalkan keakuan,
kita perlu memulai sesuatu dengan tujuan akhir. Begin with the end in mind.
Kalau secara logika kita lahir untuk meninggal, maka setidaknya harus
menghitung berapa yang akan hadir dalam pemakaman kita. Berani tidak? saya sih
sebenarnya takut. Apalagi dini hari yang tidak ada kehidupan seperti ini. Tapi ya..
sudah terlanjur.
Dengan posisi sekarang, pernahkah kamu
membayangkan berapa manusia yang akan hadir di pemakamanmu selain keluarga? Saya
pernah, dan sedih sendiri.
Ada orang yang meninggalnya diantar
begitu banyak warga (bahkan bukan tetangga), ada yang sedikit dan ada yang
biasa-biasa saja. Tidak lain karena kadar popularitas yang nyaris berbanding
lurus dengan manfaat seseorang di lingkungannya. Di buku ini, Kevin
mengilustrasikannya dengan figur publik. Namanya saja figur public, duka kepergiannya
pasti bukan milik keluarga saja, melainkan kesedihan umum. Dengan seseorang
bermanfaat bagi banyak pihak, sejatinya dia tengah menabung doa bagi dirinya
sendiri. Karena apa yang orang lain lakukan terhadap kita, adalah refleksi
perlakuan kita terhadap orang lain.
Jadi jelas, manusia bermanfaat adalah energi
yang mampu mempengaruhi orang sekitarnya bergerak. Meski bukan poros, ia serupa
oksigen yang menjaga jantung tetap berdetak.
Then, lets take it as
a must J